AKIDAH,
SYARIAH, DAN AKHLAK
AKIDAH, SYARIAH, DAN AKHLAK
A. Akidah
Akidah adalah bentuk jamak dari kata ‘Aqaid, yaitu
beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan
ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan
keragu-raguan. Akidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara
mudah oleh manusia berdasarkan akal wahyu (yang di dengar dan fitrah) .
Kebanaran itu di kuatkan dalam hati, dan ditolak segala sesuatu yang
bertentangan dengan kebenaran itu. Secara ringkas akidah adalah ketentuan atau
ketetapan Allah yang fitrah yang selalu bersandar kepada kebenaran (hak), sah
selamanya tidak pernah berubah dan selalu terikat dalam hati. Misalnya,
keyakinan manusia akan wujud (adanya) sang pencipta,kekayaan maupun ilmu yang
dimilikinya.[1]
Firman Allah :
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah kitab yang
menerangkan dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti
keridhoannya dengan jalankeselamatan, dengankitab itu pula Allah mengeluarkan
orang – orang itu dari gelap- gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan
seijinnya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus”
Firman Allah :
zNn=÷èu‹Ï9ur šúïÏ%©!$# (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# çm¯Rr& ‘,ysø9$# `ÏB šÎi¢‘ (#qãZÏB÷sãŠsù ¾ÏmÎ |MÎ6÷‚çGsù ¼ã&s! öNßgçqè=è% 3 ¨bÎ)ur ©!$# ÏŠ$ygs9 tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä 4’n<Î) :ÞºuŽÅÀ 5OŠÉ)tGó¡•B ÇÎÍÈ
Artinya :
“Dan orang – orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwasanya Al-Quran
itulah yang hak dari tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka
kepadanya dan sesunnguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang
beriman kepada jalan yang lurus”.(Q.S. Al-Haj,22: 54).
A. Syariat
Syari’at merupakan ajaran Islam
yang berhubungan dengan perbuatan dan tindak-tandak manusia. Secara garis besar
syari’at menghimpun urusan-urusan ritual ibadah dan semua pola hubungan manusia
baik itu dengan dirinya sendiri, sesama maupun lingkungannya.
B. Akhlak
a.
Pengerian Akhlak
Akhlak adalah sifat manusia (baik
ataupun buruk) yang akan muncul pengaruhnya dalam kehidupannya. Dalam
prakteknya akhlak bisa dikatakan buah atau hasil dari akidah yang kuat dan
syari’at yang benar, dan itulah tujuan akhir dari ajaran Islam ini, sebagaimana
sabda Rasul SAW: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia”.
Karena sumber agama adalah Allah
SWT, maka untuk menjelaskan itu semua diutuslah para nabi dan rasul. Semua
rasul tersebut diajarkan melalui wahyu-Nya tentang aqidah yang bernar, yang
tidak pernah berubah sepanjang sejarah meskipun berganti rasul dan nabi yang
diutus-Nya. Hal inilah yang dimaksudkan Allah SWT dalam firmannya QS: Asy-Syura
ayat 13,
“Dia Telah mensyari’atkan bagi
kamu tentang agama apa yang Telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang Telah
kami wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa
dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya…”
Artinya, secara akidah risalah
para rasul dan nabi tidak ada perbedaan, apa yang diturunkan kepada Nabi Nuh
a.s, Ibrahim a.s, Musa a.s, Isa a.s dan nabi-nabi lainnya tidak berbeda dengan
apa yang diturunkan pada Nabi Muhammad SAW dari sisi akidah, yaitu keyakinan
dan iman kepada Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan Pencipta dan Pengatur
segala. Inilah dia dasar agama samawi yang sesungguhnya dan dengan inilah umat
manusia sejak zaman Nabi Adam a.s sampai akhir zaman mesti bersatu…
“Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah-belah tentangnya..!”
Sedangkan yang berhubungan dengan
syari’at, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan amal, perbuatan dan perilaku
manusia, disinilah letak sebagian besar perbedaan antara agama-agama
samawi, karena setiap umat dan rasul memiliki syari’at dan kondisi yang
berbeda-beda sebagaimana firman Allah:
“Untuk tiap-tiap umat Kami berikan aturan
(syari’at) dan jalan yang terang (minhaj). sekiranya Allah menghendaki, niscaya
kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepadamu.” (QS Al-Maidah: 48)
Demikianlah Allah menjadikan
syari’at tiap umat berbeda, sesuai dengan kondisi dan tabiat masing-masing.
Ssyari’at yang berbeda-beda itu terus berkembang dan berubah sampai menemui
titik puncak kesempurnaannya pada syari’at Islam, yang selamanya bisa berlaku
dan sesuai dengan perkembangan dan perbedaan tabiat manusia sampai akhir zaman,
karena
syari’at Islam adalah syari’at
yang mudah dipelajari dan menjadikan kemaslahatan umat manusia sebagai salah
satu asasnya.
Dengan demikian syari’at dapat
menerima pergantian, perubahan dan penghapusan, seperti syari’at Nabi Musa a.s
yang dihapus dan diganti dengan datangnya syari’at Nabi Isa a.s, namun lain
halnya dengan akidah, ia sebaliknya tidak bisa berganti danberubah karena ia
adalah sesuatu yang asasi dan titik temu antar generasi umat manusia.[2]
Sedang masalah moralitas dan
akhlak (etika) juga sebagai sisi penting yang memberikan keseimbangan bagi
seorang muslim sejati.
Sebagai buah dari syari’at dan
akidah yang baik, menjadikan akhlak dalam Islam menyentuh semua lini,
mulai dari lini hubungan manusia dengan dirinya, dengan sesama manusia, dengan
lingkungan bahkan hubungan manusia dengan Tuhannya. Semuanya mestilah
mendapatkan percikan nilai-nilai akhlak dan moralitas.
Dan bisa dikatakan juga akidah
seseorang tidak sempurna jika tidak dibarengi dengan akhlak, seperti akhlak
kepada Allah, Rasul-Nya dan sebagainya dalam hal akidah, bagaimana mungkin
seseorang bisa dikatakan berislam dengan baik jika ia menghina Tuhannya
sendiri, mengejek dan menyematkan icon-icon yang menjatuhkan kemuliaan
Rasulnya?.
Demikian juga syari’at, mesti
juga diiringi dengan akhlak dan moral, tidak perlu mengambil contoh jauh,
shalat saja terang-terangan salah satu tujuannya adalah untuk menghindarkan
manusia dari sifat keji dan mungkar yang sekaligus menjelaskan sisi moralitas
dari ibadah dalam Islam,
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar”. (QS. Al-Ankabut: 45).
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan pada tiga
hubungan yang mengharuskannya untuk berbuat sesuatu. Yaitu hubungan manusia
dengan Allah SWT ( ibadah ), hubungan manusia dengan sesama manusia ( muamalah
dan uqubat ) dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri ( akhlak, makanan,
minuman, pakaian, dan lain-lain ). Ketiga hubungan tadi mengharuskan kita
untuk menentukan sikap yang harus diambil sesuai dengan pemikirannya, dan
termasuk akhlak.
Dalam perspektif Islam, akhlak merupakan bagian dari
syariat Islam. Dalam syariat Islam akhlak tidak menjadi bagian khusus yang
terpisah, bahkan dalam fikih tidak dibuat satu bab pun yang khusus membahas
akhlak.
a. Fungsi Akhlak
Berdasarkan fungsinya, akhlak merupakan pemenuhan
terhadap perintah Allah atau menjauhi larangan-Nya, bukan karena akhlak ini
membawa manfaat atau madlarat dalam kehidupan. Walhasil akhlak tidak dapat
dijadikan dasar bagi terbentuknya suatu masyarakat. Akhlak adalah salah satu
dasar bagi pembentukan individu. Masyarakat tidak dapat dipebaiki dengan
akhlak, melainkan dengan dibentuknya pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan
Islami, serta diterapkannya peraturan Islam di tengah-tengah masyarakat itu.
Yang menggerakkan masyarakat bukanlah akhlak, melainkan peraturan-peraturan
yang diterapkan
di tengah-tengah masyarakat itu, pemikiran-pemikiran, dan
perasaan yang melekat pada masyarakat tersebut.
Untuk menilai baik buruknya suatu akhlak, bisa ditinjau
dari dua pendekatan yang paling banyak dilakukan, yaitu kebenaran relative dan
kebenaran mutlak. Dalam pendekatan kebenaran relative, nilai sebuah akhlak
menjadi relative karena disandarkan pada penilaian subjektif manusia. Akhlak
yang dianggap baik oleh masyarakat di suatu tempat belum tentu baik bagi
masyarakat di tempat lain, misalnya bagi orang-orang barat bergaul bebas antara
lawan jenis bukan hal yang tabu tapi bagi orang-orang islam yang taat hal
seperti itu tentunya sangat dilarang. Semua tergantung dari pemahaman manusia
tentang perbuatan yang dilakukan dan kebiasaan atau kebudayaan yang ada di
suatu tempat. Dalam pendekatan kebenaran mutlak hanya ada satu sudut pandang
yang menyatakan akhlak itu baik atau buruk. Tidak ada perdebatan diantaranya
karena sumber dari penetapan baik dan buruk itu bersifat pasti. Perintah dan
larangan Allah SWT yang terdapat dalam al Quran merupakan parameter penentu
baik buruknya suatu akhlak tanpa memperhatikan apakah perasaan manusia
menganggapnya baik atau buruk. Dari kedua pendekatan diatas, dapat ditarik
sebuah benang merah bahwa penilaian sebuah ahlak hendaklah disandarkan pada
kebenaran mutlak yang terdapat dalam Al-Quran. Selain itu, akhlak yang biasa
kita kategorikan sebagai akhlak yang baik seperti jujur, sopan, ramah, dan
lain-lain bisa saja menjadi akhlak yang buruk jika hal itu bertentangan dengan
perintah dan larangan Allah SWT. Misalnya, jujur kepada musuh saat perang
sangat tidak diperbolehkan karena dapat merugikan. Pada konteks ini jujur
termasuk akhlak yang tercela karena bisa membocorkan rahasia Negara atau saat
perang kita bersikap lemah lembut terhadap musuh, hal itu tidak diperbolehkan
karena sudah menjadi kewajiban kita untuk mengalahkan musuh saat terjadi
peperangan.
Dalam membangun sebuah masyarakat, akhlak sering
dijadikan sebagai fokus utama untuk merekonstruksi sebuah masyarakat. Hal ini
tentu saja sangat keliru mengingat akhlak adalah dasar bagi pembentukan
individu. Jika kita menitiberatkan dakwah kita pada akhlak, maka yang timbul
adalah pengkultusan pada tokoh tertentu tanpa mengetahui sebabnya kenapa harus
berbuat seperti itu. Untuk merekonstruksi sebuah masyarakat hendaklah berdakwah
yang berlandaskan pada pemikiran, karena dengan pemikiran suatu masyarakat akan
bisa bangkit dari keterpurukan menuju keadaan yang lebih baik. Walaupun
demikian, pembinaan akhlak tidak boleh dikesampingkan. Semua harus berjalan
beriringan sehingga mengkasilkan output yang baik bagi dakwah kita. Tinggal
bagaimana kita menentukan fokus yang akan kita ambil, apakah ingin
menitiberatkan pembentukan karakter dengan akhlak atau pembentukan system yang
berlandaskan pada dakwah pemikiran sebagai sarana untuk menegakan hukum. Semua
itu tergantung pada analisis kondisi objek yang akan kita ubah. Dengan demikian
kita bisa menentukan strategi yang cocok untuk merubah masyarakat menjadi lebih
baik lagi.
HUBUNGAN ANTARA AKIDAH, SYARIAH DAN AKHLAK
Aqidah, syariah,dan akhlak pada dasarnya merupakan satu
kesatuan dalam ajaran islam. Ketiga unsur tersebut dapat di bedakan tetap tidak
bisa di pisahkan. Aqidah sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan
elemen-elemen dasar keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat
keberadaan agama. Sementara syariah sebagai sistem nilai berisi peraturan yang
mengambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak adalah sebagai sistematika
menggambarkan arah dan tujuan yang hendak dicapai agama.
Muslim yang baik adalah orang yang memiliki aqidah yang kurus dan kuat
mendorongnya untuk melaksanakan syariah yang hanya ditujukan kepada Allah
sehinngga tergambar akhlak yang terpuji bagi dirinya. Atas dasar hubungan itu,
maka seseorang yang melakukan suatu pernuatan baik ,tetapi tidak dilandasi oleh
aqidah dan keimanan, maka orang itu termasuk dalam kategori kafir. Seseorang
yang mengaku beraqidah atau beriman, tetapi tidak mau melaksanakan syariah,
maka orang itu di sebut fasik. Sedangkan orang yang mengaku beriman dan
melaksanakan syariah tetapi dengan landasan aqidah yang lurus disebut munafik.[3]
Aqidah,
syariah dan akhlak dalam Al-Quran disebut amal saleh.Iman menunjukkan makna
aqidah, sedangkan amal saleh menunjukkan pengertian syariah dan akhlak.
Seseorang yang melakukan perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi aqidah, maka
perbuatannya hanya di kategorikan sebagai perbuatan baik. Perbuatan baik adalah
perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, tetapi belum tentu benar
di pandangan Allah. Sedangakan perbuatan baik yang di dorong oleh keimanan
terhadap Allah sebagai wujud pelaksanaan syariah disebut amal saleh. Karena itu
di dalam Al-Quran kata amal saleh selalu di awali dengan kata iman. Antara lain
firman Allah dalam surah (An-Nur, 24 : 55) “Allah menjanjikan bagi orang-orang
yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal saleh menjadi pemimpin di bumi
sebagaimana ia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka (kaum muslimin
dahulu) sebagai pemimpin; dan mengokohkan bagi mereka agama mereka yang ia
ridhai bagi mereka, dan menggantikan mereka dari rasa takut mereka (dengan rasa
tenang). Mereka menyembah hanya kepadaku, mereka tidakmenserikatkan Aku dengan
suatu apapun. Dan barang siapa ingkar setelah itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar