Rabu, 06 Mei 2015

Pidana Korupsi Menurut Al-Qur'an



Pidana Korupsi Menurut Al-Qur'an 


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an telah mengatur kehidupan umat manusia dengan sangat baik, mulai dari bentuk hubungan antara Tuhan dengan manusia, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam sekitar. Al-Qur’an diturunkan kepada manusia untuk dijadikan sebagai pedoman guna membimbing manusia ke jalan yang diridloi oleh-Nya. Mengutip pendapat dari Prof. Dr. H. Roem Rowi, beliau mengatakan bahwa Al-Qur’an merupakan indra ke-enam manusia setelah indra kelima, yaitu mata sebagai indra penglihat, telinga sebagai indra pendengar, hidung sebagai indra penciuman, lidah sebagai indra perasa dan kulit sebagai indra peraba. Tanpa Al-Qur’an sebagai indra ke-enam, kita sebagai manusia khususnya umat islam tidak akan mampu mengetahui informasi-informasi yang berhubungan dengan alam ghaib, semisal tentang adanya dua malaikat penjaga manusia, yaitu malaikat Raqib dan malaikta ‘Atid, kenikmatan surga yang luar biasa, terjadinya hari kiamat, pedihnya siksaan yang akan diterima oleh ahli neraka sebagai bentuk balasan terhadap perbuatannya di dunia, termasuk balasan yang akan diterima oleh koruptor.
Perkembangan dunia yang semakin hari semakin menuju era postmodernisme, seiring itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga akan bertransformasi mengikuti perubahan kecanggihan dunia. Kejahatan pada masa sekarang memang sudah tidak lagi menggunakan cara-cara klasik. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan dunia maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money laundering), tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya.
Membahas tentang korupsi, di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan publik. Di negeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi negara seperti legislatif, eksekutif, yudikatif hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi.Korupsi merupakan ancaman bagi setiap instansi ataupun kelembagaan di masing-masing Negara. Baru-baru ini kejahatan korupsi telah  mulai mem-booming dan mengancam perekonomian negara seperti kasus Gayus Tambunan yang telah meludeskan uang pajak negara, Melinda Dee dengan kasus penggelapan dana Citi-Bank, dan Nazaruddin yang telah membobrokkan Partai Demokrat.
Hukum Indonesia sendiri telah mengatur pidana bagi para koruptor sehingga mereka merasa jera, seperti halnya  undang-undang nomor 31 Tahun 1999 dan undang-undang nomor 20 tahun 2001 dengan hukuman pidana mati, penjara dan penggantian dana yang telah digelapkan. Namun bagaimana islam sendiri memandang pidana bagi para koruptor, disamakan dengan hukuman bagi para pencuri-kah atau mungkin lebih berat hukumannya dari sekedar para pencuri. Inilah topik utama yang akan saya bahas, yaitu mengenai pidana korupsi menurut perspektif jinayah.

B.     Rumusan Masalah
Beberapa poin penting yang akan kami bahas dalam makalah ini, diantaranya:
a.       Apakah definisi korupsi dan adakah ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas tentang larangan dan pidana korupsi?
b.      Bagaimana hukum korupsi menurut Al-Qur’an?
c.       Apa pidana yang akan diterima oleh koruptor menurut Al-Qur’an?
d.      Bagaimana hukum mentashorufkan harta hasil korupsi?














BAB I
DEFINISI KORUPSI DAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG LARANGAN DAN PIDANA KORUPSI
A.    Definisi Korupsi
Dalam Kamus Ilmiah Populer, korupsi adalah kecurangan, penyelewengan/penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan sendiri.[1] Secara terminologis, menurut Robert Klittgard, korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri) atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi.[2] Mengutip pendapatnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2003, korupsi adalah tindakan pengambilan sesuatu yang ada di bawah kekuasaannya dengan cara tidak benar menurut syari’at islam.[3]
Dalam kasus korupsi terjadi gejala kecurangan dimana para pejabat, badan-badan negara, atau orang-orang yang mempunyai kekuasaan telah menyalahgunakan wewenang dan amanat dengan melakukan penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya hanya untuk memenuhi kepentingan personal tanpa menghiraukan kerugian dan akibat yang akan dialami .
Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menjelaskan tentang larangan dan pidana korupsi, diantaranya yaitu:
a.       Larangan berkorupsi
1). Surat Al-Baqoroh ayat 188
Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3suqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z̍sù ô`ÏiB ÉuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ  
Artinya:  Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.
2). Surat An-Nisa ayat 58
¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»utBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ  
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
3). Surat Al-Anfal ayat 27
$pkšr'¯»tƒ zÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qçRqèƒrB ©!$# tAqߧ9$#ur (#þqçRqèƒrBur öNä3ÏG»otBr& öNçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇËÐÈ  
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.
b.      Pidana korupsi
1). Surat Ali Imran ayat 161
$tBur tb%x. @cÓÉ<oYÏ9 br& ¨@äótƒ 4 `tBur ö@è=øótƒ ÏNù'tƒ $yJÎ/ ¨@xî tPöqtƒ ÏpyuŠÉ)ø9$# 4 §NèO 4¯ûuqè? @à2 <§øÿtR $¨B ôMt6|¡x. öNèdur Ÿw tbqßJn=ôàムÇÊÏÊÈ  
Artinya: Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.
2). Surat Al-Maidah ayat 33
$yJ¯RÎ) (#äty_ tûïÏ%©!$# tbqç/Í‘$ptä ©!$# ¼ã&s!qßuur tböqyèó¡tƒur Îû ÇÚöF{$# #·Š$|¡sù br& (#þqè=­Gs)ム÷rr& (#þqç6¯=|Áム÷rr& yì©Üs)è? óOÎÏ÷ƒr& Nßgè=ã_ör&ur ô`ÏiB An=Åz ÷rr& (#öqxÿYムšÆÏB ÇÚöF{$# 4 šÏsŒ óOßgs9 Ó÷Åz Îû $u÷R9$# ( óOßgs9ur Îû ÍotÅzFy$# ë>#xtã íÏàtã ÇÌÌÈ  
Artinya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.

3). Surat Az-Zukhruf ayat 65
y#n=tG÷z$$sù Ü>#tômF{$# .`ÏB öNÎhÏZ÷t/ ( ×@÷ƒuqsù šúïÏ%©#Ïj9 (#qßJn=sß ô`ÏB É>#xtã BQöqtƒ AÏ9r& ÇÏÎÈ  
Artinya: Maka berselisihlah golongan-golongan (yang terdapat) di antara mereka, lalu kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang zalim Yakni siksaan hari yang pedih (kiamat).

BAB II
HUKUM DAN PIDANA KORUPSI
A.    Hukum Korupsi
Islam sebagai maqasyidusy syari’ah bertujuan untuk mewujudkan kemashlahatan bagi manusia dengan memberikan solusi yang adil dan proposional. Diantara kemashlahatan yang ingin dicapai adalah terpeliharanya harta (chifdzul maal) dari berbagai bentuk pelanggaran dan penyelewengan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu hukum penyelewengan harta (korupsi) dalam islam adalah haram dikarenakan bertentangan dengan maqasyidusy syari’ah yaitu chifdzul maal. Keharaman perbuatan korupsi dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu:
1). Perbuatan korupsi merupakan perbuatan penyelewengan harta dan perbuatan yang tidak bertanggung jawab yang dapat merugikan keuangan negara dan publik, masyarakat merasa dibohongi dan dipermainkan. Dalam hal ini, Allah telah mengecam koruptor melalui surat Ali Imran ayat 161 dengan hukuman yang setimpal di akhirat, yakni pada hari kiamat harta yang dikorupsi tersebut akan membelenggu dan membebaninya, sehingga mereka tidak akan bisa lari dari siksa Allah.
$tBur tb%x. @cÓÉ<oYÏ9 br& ¨@äótƒ 4 `tBur ö@è=øótƒ ÏNù'tƒ $yJÎ/ ¨@xî tPöqtƒ ÏpyuŠÉ)ø9$# 4 §NèO 4¯ûuqè? @à2 <§øÿtR $¨B ôMt6|¡x. öNèdur Ÿw tbqßJn=ôàムÇÊÏÊÈ  
Artinya: Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.
2). Perbuatan korupsi merupakan bentuk tindakan penyelewengan terhadap jabatan dan kekuasaan yang telah diemban dengan menggelapkan harta yang berada di bawah kekuasaannya dengan bertujuan untuk memperkaya diri sendiri ataupun orang lain. Oleh karena itu, pengkhianatan terhadap amanah dan sumpah jabatan merupakan perbuatan dosa dan salah satu karakter dari orang munafik yang dibenci oleh Allah, sebagaimana dalam firman-Nya surat al-Anfal ayat 27, yaitu:
$pkšr'¯»tƒ zÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qçRqèƒrB ©!$# tAqߧ9$#ur (#þqçRqèƒrBur öNä3ÏG»otBr& öNçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇËÐÈ  
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.
3). Perbuatan korupsi yang bertujuan memperkaya diri sendiri dengan menggunakan harta dari orang lain merupakan perbuatan dholim, karena kekayaan negara merupakan kekayaan publik yang akan kembali untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, sebagaimana dalam firman Allah surat Az-Zukhruf ayat 65, yaitu:
y#n=tG÷z$$sù Ü>#tômF{$# .`ÏB öNÎhÏZ÷t/ ( ×@÷ƒuqsù šúïÏ%©#Ïj9 (#qßJn=sß ô`ÏB É>#xtã BQöqtƒ AÏ9r& ÇÏÎÈ  
Artinya: Maka berselisihlah golongan-golongan (yang terdapat) di antara mereka, lalu kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang zalim Yakni siksaan hari yang pedih (kiamat).

B.     Pidana Korupsi Menurut Perspektif Tafsir
1.      Penafsiran Syahrur tentang pidana korupsi
Syahrur merupakan seorang cendekiawan Mesir-Syiria yang berusaha menawarkan berbagai teori inovatif dan revolusioner dalam hukum islam. Dalam hal ini, Syahrur juga ikut andil dalam memberikan partisipasi mengomentari hukuman korupsi yang dinilai dapat memberikan dampak terburuk bagi keuangan dan perekonomian negara yang menyangkut kesejahteraan masyarakat. Tidaklah bisa disamakan antara pidana islam dalam menghukumi antara pemotongan tangan bagi seorang pencuri ‘biasa’ dengan para koruptor. Sangatlah dimungkinkan untuk menjatuhkan hukuman yang lebih berat bagi para koruptor dikarenakan dampak kerugian yang ditimbulkan lebih membuat kemadlaratan dan menyengsarakan orang banyak.
Dalam bukunya yang berjudul “Prinsip dan Dasar Hermeneutika Hukum Islam Kontemporer”, Syahrur mengatakan bahwa para mujtahid berkewajiban menetukan kriteria pencurian yang harus menerima hukuman maksimal, yaitu potong tangan berdasarkan latar belakang obyektif pada ruang dan waktu mereka hidup. Sebagian orang berpendapat bahwa dalam sejumlah kasus terdapat peristiwa yang secara lahiriah tampak sebagai tindak pencurian, tetapi jika hukuman yang ditimpakan berupa potong tangan masih terasa sangat ringan, sebagai contoh sesorang yang mencuri data rahasia negara kemudian menjualnya kepada negara asing atau seseorang yang mengkorupsi harta negara melalui perusahaan dan proyek fiktif yang mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi di negara tersebut.[4] Dalam kasus ini, Syahrur mencoba menjawab permasalahan pidana korupsi dengan menggunakan dalil surat Al-Maidah ayat 33:
$yJ¯RÎ) (#äty_ tûïÏ%©!$# tbqç/Í‘$ptä ©!$# ¼ã&s!qßuur tböqyèó¡tƒur Îû ÇÚöF{$# #·Š$|¡sù br& (#þqè=­Gs)ム÷rr& (#þqç6¯=|Áム÷rr& yì©Üs)è? óOÎÏ÷ƒr& Nßgè=ã_ör&ur ô`ÏiB An=Åz ÷rr& (#öqxÿYムšÆÏB ÇÚöF{$# 4 šÏsŒ óOßgs9 Ó÷Åz Îû $u÷R9$# ( óOßgs9ur Îû ÍotÅzFy$# ë>#xtã íÏàtã ÇÌÌÈ  
Artinya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.
Dalam surat al-Maidah ayat 33 ini, Syahrur menafsiri dan menawarkan hukuman dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau bahkan dibuang sebagai bentuk pengasingan dan ganjaran atas apa yang telah dilakukan oleh para koruptor. Hukuman itulah yang dipandang cocok oleh Syahrur mengingat kejahatan yang dilakukan melebihi tindak pencurian biasa. Dalam ayat tersebut terdapat bentuk hukuman dengan batasan yang bervariasi yang menyediakan tempat yang luas untuk berijtihad. Seluruh hukuman diatas dipandang lebih berat dari hanya sekedar memotong tangan sampai pergelangan. Penafsiran Syahrur terhadap surat Al-Maidah ayat 33 ini yang dipandang lebih cocok dan lebih tepat sebagai hukuman bagi para koruptor. Para koruptor dianggap sebagai orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasulnya serta yang telah membuat kerusakan di muka bumi, dikarenakan mereka telah menghianati kepercayaan dan amanah yang telah diemban sehingga dianggap oleh Allah sebagai golongan orang munafik.
2.      Penafsiran Quraisy Syihab tentang pidana korupsi
Berkhianat merupakan salah satu penyebab utama ketidakhadiran pertolongan Allah, sedangkan menjauhinya merupakan salah satu cara mendapatkan pertolongan Allah sebab berkhianat merupakan salah satu tanda dari orang munafik, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: اية المنافق ثلاث, اذا حدث كذب واذا وعد اخلف واذا تؤمن خان.
Artinya: Rasulullah SAW pernah bersabda: tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu apabila dia berkata maka dia berdusta, apabila berjanji maka mengingkari dan apabila dipercaya maka dia berkhianat.
Dalam penafsirannya mengenai surat Ali Imran ayat 161, Quraisy Syihab menafsiri kata (¨@äótƒ) yang bila diterjemahkan berarti berkhianat, yakni khianat secara umum, baik pengkhianatan dalam amanah yang diserahkan masyarakat maupun pribadi demi pribadi.[5] Secara tidak langsung, Quraisy Syihab telah memasukkan korupsi sebagai kategori berkhianat, karena orang yang berkorupsi adalah orang yang tidak dapat mengemban amanat yang dibebankan kepadanya dengan baik, mengabaikan kepercayaan masyarakat atas dirinya sehingga mereka leluasa memanfaatkan kekuasaan dengan mengambil harta yang bukan menjadi bagian dari haknya.
Pada hari kiamat, orang yang berkhianat akan datang membawa apa yang telah dikhianatkannya. Dipahami oleh sebagian ulama dengan arti membawa dosa akibat pengkhianatannya, dan ulama lain memahami secara hakikat, yakni benar-benar memikul di punggungnya apa yang dia ambil secara khianat. Mereka sangat tersiksa dengan beban tersebut. Ketika mereka dipermalukan maka semua mata akan tertuju kepadanya, tidak ubahnya dengan seorang yang memikul seekor unta yang mengeluarkan suara.[6]
Selain itu, dalam penafsirannya terhadap surat Al-Maidah ayat 33, Quraisy Syihab juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan memerangi Allah dan Rasul-Nya dan yang berkeliaran membuat kerusakan dimuka bumi, yakni melakukan pembunuhan, perampokan, pencurian, dengan menakut-nakuti masyarakat, hanyalah mereka yang dibunuh tanpa ampun jika mereka membunuh tanpa mengambil harta, atau disalib setelah dibunuh jika mereka merampok dan membunuh agar menjadi pelajaran bagi yang lain, atau dipotong tangan kanan mereka karena telah merampas harta tanpa membunuh dan juga dipotong kaki kiri mereka dengan bertimbal balik karena telah menyebabkan keresahan di masyarakat, atau dibuang dari negeri tempat kediamannnya, yakni dipenjarakan agar tidak menakuti masyarakat. Demikian itu sebagai suatu penghianaan atas mereka di dunia. Selain itu hukuman yang akan mereka terima di akhirat apabila mereka tidak bertaubat adalah siksaan yang besar.
Jelaslah dalam surat Al-Maidah ayat 33, Quraisy Syihab telah memasukkan korupsi sebagai bentuk tindakan perlawanan dan penyimpangan dari Allah SWT dan Rasul-Nya serta membuat kerusakan di bumi dengan menjadikan masyarakat resah. Quraisy Syihab menafsiri pidana korupsi dengan pemotongan tangan dan kaki secara bersilang, karena mereka telah merampas harta tanpa membunuh dan telah menyebabkan keresahan di masyarakat, atau membuang dan memenjarakan para pelaku korupsi agar tidak menakut-nakuti masyarakat.
Dalam karyanya yang berjudul Tafsir Al-Mishbah, Quraisy Syihab memaparkan bahwa telah terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam memahami kata yuhaaribuuna ilaaha wa rasuulah (memerangi Allah dan rasul-Nya). Imam Malik menafsiri dan memahaminya dalam arti mengangkat senjata untuk merampas harta orang lain yang pada dasarnya tidak ada permusuhan antara yang merampas dan yang dirampas hartanya, baik perampasan tersebut terjadi di dalam kota maupun tempat terpencil. Imam Abu Hanifah menilai bahwa perampasan tersebut harus terjadi di tempat terpencil, sehingga jika terjadi di kota atau tempat keramaian, maka ia tidak termasuk dalam kategori yuhaaribuun.
BAB III
HUKUM MENTASHORUFKAN HARTA KORUPSI
Sebagian ahli tafsir sepakat bahwa memanfaatkan hasil korupsi termasuk memakainya untuk memenuhi kepentingan pribadi, keluarga, sumbangan sosial, ibadah dan kepentingan lainnya adalah sama halnya memanfaatkan harta hasil usaha yang haram, seperti judi, mencuri, merampok dan sebagainya. Dalam hal ini, memanfaatkan harta dengan cara yang illegal adalah tidak dibenarkan meskipun tujuannya adalah untuk kebaikan, karena pada prinsipnya harta tersebut bukanlah harta miliknya yang sah sehingga tidak berhak untuk menggunakannya meskipun untuk kebaikan, seperti yang terdapat dalam surat Al-Baqoroh ayat 188
Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3suqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z̍sù ô`ÏiB ÉuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ  
Artinya:  Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.





[1] Pius A. Partanto dan Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (ARKOLA: Yogyakarta), 2001, hal: 375.
[2] Syaifuddin Mujtaba, Al-Masailul Fiqhiyah, (Rausyan Fikr: Jombang), 2009, hal: 248
[3] Ibid…hal:242
[4] Muhammad Syahrur , Prinsip dan Dasar Hermeneutika Hukum Islam Kontemporer, (Sukses OFFSET: Yogyakarta ), 2007, hal:35.
[5] Quraisy Syihab, Tafsir Al-Mishbah Vol.2, (Penerbit Lentera Hati: Ciputat), 2009, hal: 320.
[6] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar