Pidana Korupsi Menurut Al-Qur'an
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Al-Qur’an telah
mengatur kehidupan umat manusia dengan sangat baik, mulai dari bentuk hubungan
antara Tuhan dengan manusia, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam
sekitar. Al-Qur’an diturunkan kepada manusia untuk dijadikan sebagai pedoman
guna membimbing manusia ke jalan yang diridloi oleh-Nya. Mengutip pendapat dari
Prof. Dr. H. Roem Rowi, beliau mengatakan bahwa Al-Qur’an merupakan indra
ke-enam manusia setelah indra kelima, yaitu mata sebagai indra penglihat,
telinga sebagai indra pendengar, hidung sebagai indra penciuman, lidah sebagai
indra perasa dan kulit sebagai indra peraba. Tanpa Al-Qur’an sebagai indra
ke-enam, kita sebagai manusia khususnya umat islam tidak akan mampu mengetahui
informasi-informasi yang berhubungan dengan alam ghaib, semisal tentang adanya
dua malaikat penjaga manusia, yaitu malaikat Raqib dan malaikta ‘Atid,
kenikmatan surga yang luar biasa, terjadinya hari kiamat, pedihnya siksaan yang
akan diterima oleh ahli neraka sebagai bentuk balasan terhadap perbuatannya di
dunia, termasuk balasan yang akan diterima oleh koruptor.
Perkembangan dunia yang
semakin hari semakin menuju era postmodernisme, seiring itu pula bentuk-bentuk
kejahatan juga akan bertransformasi mengikuti perubahan kecanggihan dunia.
Kejahatan pada masa sekarang memang sudah tidak lagi menggunakan cara-cara
klasik. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan dunia maya (cybercrime), tindak
pidana pencucian uang (money laundering), tindak pidana
korupsi dan tindak pidana lainnya.
Membahas tentang
korupsi, di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut.
Telah banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan publik. Di negeri ini sendiri, korupsi
sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ
publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi negara seperti legislatif,
eksekutif, yudikatif
hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita
temui dimana-mana. Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi.Korupsi
merupakan ancaman bagi setiap instansi ataupun kelembagaan di masing-masing
Negara. Baru-baru ini kejahatan korupsi telah mulai mem-booming dan
mengancam perekonomian negara seperti kasus Gayus Tambunan yang telah
meludeskan uang pajak negara, Melinda Dee dengan kasus penggelapan dana
Citi-Bank, dan Nazaruddin yang telah membobrokkan Partai Demokrat.
Hukum Indonesia sendiri
telah mengatur pidana bagi para koruptor sehingga mereka merasa jera, seperti
halnya undang-undang nomor 31 Tahun 1999 dan
undang-undang nomor 20 tahun 2001 dengan hukuman pidana mati, penjara dan
penggantian dana yang telah digelapkan. Namun bagaimana islam sendiri memandang
pidana bagi para koruptor, disamakan dengan hukuman bagi para pencuri-kah atau
mungkin lebih berat hukumannya dari sekedar para pencuri. Inilah topik utama yang akan saya bahas,
yaitu mengenai pidana korupsi menurut perspektif jinayah.
B. Rumusan
Masalah
Beberapa poin penting yang akan kami
bahas dalam makalah ini, diantaranya:
a. Apakah
definisi korupsi dan adakah ayat-ayat Al-Qur’an yang membahas tentang larangan
dan pidana korupsi?
b. Bagaimana
hukum korupsi menurut Al-Qur’an?
c. Apa
pidana yang akan diterima oleh koruptor menurut Al-Qur’an?
d. Bagaimana
hukum mentashorufkan harta hasil korupsi?
BAB I
DEFINISI KORUPSI DAN
AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG LARANGAN DAN PIDANA KORUPSI
A.
Definisi
Korupsi
Dalam Kamus Ilmiah
Populer, korupsi adalah kecurangan, penyelewengan/penyalahgunaan jabatan untuk
kepentingan sendiri.[1] Secara
terminologis, menurut Robert Klittgard, korupsi adalah tingkah laku yang
menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan
status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok
sendiri) atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku
pribadi.[2] Mengutip
pendapatnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2003, korupsi adalah tindakan
pengambilan sesuatu yang ada di bawah kekuasaannya dengan cara tidak benar
menurut syari’at islam.[3]
Dalam kasus korupsi
terjadi gejala kecurangan dimana para pejabat, badan-badan negara, atau
orang-orang yang mempunyai kekuasaan telah menyalahgunakan wewenang dan amanat
dengan melakukan penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya hanya untuk
memenuhi kepentingan personal tanpa menghiraukan kerugian dan akibat yang akan
dialami .
Dalam Al-Qur’an
terdapat beberapa ayat yang menjelaskan tentang larangan dan pidana korupsi,
diantaranya yaitu:
a.
Larangan
berkorupsi
1). Surat Al-Baqoroh ayat 188
wur
(#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr&
Nä3oY÷t/
È@ÏÜ»t6ø9$$Î/
(#qä9ôè?ur
!$ygÎ/ n<Î)
ÏQ$¤6çtø:$#
(#qè=à2ù'tGÏ9
$Z)Ìsù
ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur
tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ
Artinya: Dan janganlah sebahagian
kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil
dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, Padahal kamu mengetahui.
2). Surat An-Nisa ayat 58
¨bÎ)
©!$# öNä.ããBù't br&
(#rxsè?
ÏM»uZ»tBF{$#
#n<Î) $ygÎ=÷dr&
#sÎ)ur
OçFôJs3ym
tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br&
(#qßJä3øtrB
ÉAôyèø9$$Î/ 4
¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR
/ä3ÝàÏèt
ÿ¾ÏmÎ/ 3
¨bÎ) ©!$# tb%x.
$JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
3). Surat Al-Anfal ayat 27
$pkr'¯»t z`Ï%©!$# (#qãZtB#uä w (#qçRqèrB
©!$# tAqߧ9$#ur
(#þqçRqèrBur öNä3ÏG»oY»tBr&
öNçFRr&ur
tbqßJn=÷ès? ÇËÐÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah
kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui.
b.
Pidana
korupsi
1). Surat Ali Imran ayat 161
$tBur tb%x.
@cÓÉ<oYÏ9 br&
¨@äót 4
`tBur
ö@è=øót ÏNù't $yJÎ/
¨@xî tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# 4
§NèO 4¯ûuqè? @à2 <§øÿtR $¨B
ôMt6|¡x. öNèdur w tbqßJn=ôàã ÇÊÏÊÈ
Artinya: Tidak mungkin seorang Nabi
berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat
dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa
apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan
tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak
dianiaya.
2). Surat Al-Maidah ayat 33
$yJ¯RÎ) (#ätÂty_ tûïÏ%©!$# tbqç/Í$ptä ©!$# ¼ã&s!qßuur tböqyèó¡tur Îû
ÇÚöF{$# #·$|¡sù
br&
(#þqè=Gs)ã ÷rr& (#þqç6¯=|Áã ÷rr& yì©Üs)è? óOÎgÏ÷r& Nßgè=ã_ör&ur
ô`ÏiB A#»n=Åz ÷rr& (#öqxÿYã
ÆÏB ÇÚöF{$# 4
Ï9ºs óOßgs9 Ó÷Åz Îû
$u÷R9$# (
óOßgs9ur Îû
ÍotÅzFy$# ë>#xtã íOÏàtã ÇÌÌÈ
Artinya: Sesungguhnya pembalasan
terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan
di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan
kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat
kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.
3). Surat Az-Zukhruf ayat 65
y#n=tG÷z$$sù
Ü>#tômF{$# .`ÏB öNÎhÏZ÷t/ (
×@÷uqsù úïÏ%©#Ïj9 (#qßJn=sß
ô`ÏB É>#xtã BQöqt AOÏ9r& ÇÏÎÈ
Artinya: Maka berselisihlah
golongan-golongan (yang terdapat) di antara mereka, lalu kecelakaan yang
besarlah bagi orang-orang yang zalim Yakni siksaan hari yang pedih (kiamat).
BAB II
HUKUM DAN PIDANA
KORUPSI
A.
Hukum
Korupsi
Islam sebagai maqasyidusy
syari’ah bertujuan untuk mewujudkan kemashlahatan bagi manusia dengan
memberikan solusi yang adil dan proposional. Diantara kemashlahatan yang ingin
dicapai adalah terpeliharanya harta (chifdzul maal) dari berbagai bentuk
pelanggaran dan penyelewengan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Oleh karena itu hukum penyelewengan harta (korupsi) dalam
islam adalah haram dikarenakan bertentangan dengan maqasyidusy syari’ah
yaitu chifdzul maal. Keharaman perbuatan korupsi dapat ditinjau dari
beberapa segi, yaitu:
1). Perbuatan korupsi merupakan
perbuatan penyelewengan harta dan perbuatan yang tidak bertanggung jawab yang
dapat merugikan keuangan negara dan publik, masyarakat merasa dibohongi dan
dipermainkan. Dalam hal ini, Allah telah mengecam koruptor melalui surat Ali
Imran ayat 161 dengan hukuman yang setimpal di akhirat, yakni pada hari kiamat
harta yang dikorupsi tersebut akan membelenggu dan membebaninya, sehingga
mereka tidak akan bisa lari dari siksa Allah.
$tBur tb%x.
@cÓÉ<oYÏ9 br&
¨@äót 4
`tBur
ö@è=øót ÏNù't $yJÎ/
¨@xî tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# 4
§NèO 4¯ûuqè? @à2 <§øÿtR $¨B
ôMt6|¡x. öNèdur w tbqßJn=ôàã ÇÊÏÊÈ
Artinya: Tidak mungkin seorang Nabi
berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat
dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa
apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan
tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak
dianiaya.
2). Perbuatan korupsi merupakan bentuk
tindakan penyelewengan terhadap jabatan dan kekuasaan yang telah diemban dengan
menggelapkan harta yang berada di bawah kekuasaannya dengan bertujuan untuk
memperkaya diri sendiri ataupun orang lain. Oleh karena itu, pengkhianatan
terhadap amanah dan sumpah jabatan merupakan perbuatan dosa dan salah satu
karakter dari orang munafik yang dibenci oleh Allah, sebagaimana dalam
firman-Nya surat al-Anfal ayat 27, yaitu:
$pkr'¯»t z`Ï%©!$# (#qãZtB#uä w (#qçRqèrB
©!$# tAqߧ9$#ur
(#þqçRqèrBur öNä3ÏG»oY»tBr&
öNçFRr&ur
tbqßJn=÷ès? ÇËÐÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah
kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui.
3). Perbuatan korupsi yang bertujuan
memperkaya diri sendiri dengan menggunakan harta dari orang lain merupakan
perbuatan dholim, karena kekayaan negara merupakan kekayaan publik yang akan
kembali untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, sebagaimana dalam firman
Allah surat Az-Zukhruf ayat 65, yaitu:
y#n=tG÷z$$sù
Ü>#tômF{$# .`ÏB öNÎhÏZ÷t/ (
×@÷uqsù úïÏ%©#Ïj9 (#qßJn=sß
ô`ÏB É>#xtã BQöqt AOÏ9r& ÇÏÎÈ
Artinya: Maka berselisihlah
golongan-golongan (yang terdapat) di antara mereka, lalu kecelakaan yang
besarlah bagi orang-orang yang zalim Yakni siksaan hari yang pedih (kiamat).
B.
Pidana
Korupsi Menurut Perspektif Tafsir
1.
Penafsiran
Syahrur tentang pidana korupsi
Syahrur merupakan
seorang cendekiawan Mesir-Syiria yang berusaha menawarkan berbagai teori
inovatif dan revolusioner dalam hukum islam. Dalam hal ini, Syahrur juga ikut
andil dalam memberikan partisipasi mengomentari hukuman korupsi yang dinilai
dapat memberikan dampak terburuk bagi keuangan dan perekonomian negara yang
menyangkut kesejahteraan masyarakat. Tidaklah bisa disamakan antara pidana
islam dalam menghukumi antara pemotongan tangan bagi seorang pencuri ‘biasa’
dengan para koruptor. Sangatlah dimungkinkan untuk menjatuhkan hukuman yang
lebih berat bagi para koruptor dikarenakan dampak kerugian yang ditimbulkan
lebih membuat kemadlaratan dan menyengsarakan orang banyak.
Dalam bukunya yang
berjudul “Prinsip dan Dasar Hermeneutika Hukum Islam Kontemporer”, Syahrur
mengatakan bahwa para mujtahid berkewajiban menetukan kriteria pencurian yang
harus menerima hukuman maksimal, yaitu potong tangan berdasarkan latar belakang
obyektif pada ruang dan waktu mereka hidup. Sebagian orang berpendapat bahwa
dalam sejumlah kasus terdapat peristiwa yang secara lahiriah tampak sebagai
tindak pencurian, tetapi jika hukuman yang ditimpakan berupa potong tangan
masih terasa sangat ringan, sebagai contoh sesorang yang mencuri data rahasia
negara kemudian menjualnya kepada negara asing atau seseorang yang mengkorupsi
harta negara melalui perusahaan dan proyek fiktif yang mengakibatkan terjadinya
krisis ekonomi di negara tersebut.[4] Dalam kasus
ini, Syahrur mencoba menjawab permasalahan pidana korupsi dengan menggunakan
dalil surat Al-Maidah ayat 33:
$yJ¯RÎ) (#ätÂty_ tûïÏ%©!$# tbqç/Í$ptä ©!$# ¼ã&s!qßuur tböqyèó¡tur Îû
ÇÚöF{$# #·$|¡sù
br&
(#þqè=Gs)ã ÷rr& (#þqç6¯=|Áã ÷rr& yì©Üs)è? óOÎgÏ÷r& Nßgè=ã_ör&ur
ô`ÏiB A#»n=Åz ÷rr& (#öqxÿYã
ÆÏB ÇÚöF{$# 4
Ï9ºs óOßgs9 Ó÷Åz Îû
$u÷R9$# (
óOßgs9ur Îû
ÍotÅzFy$# ë>#xtã íOÏàtã ÇÌÌÈ
Artinya: Sesungguhnya pembalasan
terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan
di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan
kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat
kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.
Dalam surat al-Maidah
ayat 33 ini, Syahrur menafsiri dan menawarkan hukuman dibunuh atau disalib,
atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau bahkan
dibuang sebagai bentuk pengasingan dan ganjaran atas apa yang telah dilakukan
oleh para koruptor. Hukuman itulah yang dipandang cocok oleh Syahrur mengingat
kejahatan yang dilakukan melebihi tindak pencurian biasa. Dalam ayat tersebut
terdapat bentuk hukuman dengan batasan yang bervariasi yang menyediakan tempat
yang luas untuk berijtihad. Seluruh hukuman diatas dipandang lebih berat dari
hanya sekedar memotong tangan sampai pergelangan. Penafsiran Syahrur terhadap
surat Al-Maidah ayat 33 ini yang dipandang lebih cocok dan lebih tepat sebagai
hukuman bagi para koruptor. Para koruptor dianggap sebagai orang-orang yang
telah memerangi Allah dan Rasulnya serta yang telah membuat kerusakan di muka
bumi, dikarenakan mereka telah menghianati kepercayaan dan amanah yang telah diemban
sehingga dianggap oleh Allah sebagai golongan orang munafik.
2.
Penafsiran
Quraisy Syihab tentang pidana korupsi
Berkhianat merupakan
salah satu penyebab utama ketidakhadiran pertolongan Allah, sedangkan
menjauhinya merupakan salah satu cara mendapatkan pertolongan Allah sebab
berkhianat merupakan salah satu tanda dari orang munafik, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: اية المنافق ثلاث, اذا حدث كذب واذا وعد اخلف واذا
تؤمن خان.
Artinya:
Rasulullah SAW pernah bersabda: tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu apabila
dia berkata maka dia berdusta, apabila berjanji maka mengingkari dan apabila
dipercaya maka dia berkhianat.
Dalam
penafsirannya mengenai surat Ali Imran ayat 161, Quraisy Syihab menafsiri kata
(¨@äót) yang bila diterjemahkan berarti berkhianat, yakni
khianat secara umum, baik pengkhianatan dalam amanah yang diserahkan masyarakat
maupun pribadi demi pribadi.[5]
Secara tidak langsung, Quraisy Syihab telah memasukkan
korupsi sebagai kategori berkhianat, karena orang yang berkorupsi adalah orang
yang tidak dapat mengemban amanat yang dibebankan kepadanya dengan baik,
mengabaikan kepercayaan masyarakat atas dirinya sehingga mereka leluasa
memanfaatkan kekuasaan dengan mengambil harta yang bukan menjadi bagian dari
haknya.
Pada hari kiamat, orang
yang berkhianat akan datang membawa apa yang telah dikhianatkannya. Dipahami
oleh sebagian ulama dengan arti membawa dosa akibat pengkhianatannya, dan ulama
lain memahami secara hakikat, yakni benar-benar memikul di punggungnya apa yang
dia ambil secara khianat. Mereka sangat tersiksa dengan beban tersebut. Ketika
mereka dipermalukan maka semua mata akan tertuju kepadanya, tidak ubahnya
dengan seorang yang memikul seekor unta yang mengeluarkan suara.[6]
Selain
itu, dalam penafsirannya terhadap surat Al-Maidah ayat 33, Quraisy Syihab juga
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan memerangi Allah dan Rasul-Nya dan yang
berkeliaran membuat kerusakan dimuka bumi, yakni melakukan pembunuhan,
perampokan, pencurian, dengan menakut-nakuti masyarakat, hanyalah mereka yang
dibunuh tanpa ampun jika mereka membunuh tanpa mengambil harta, atau disalib
setelah dibunuh jika mereka merampok dan membunuh agar menjadi pelajaran bagi
yang lain, atau dipotong tangan kanan mereka karena telah merampas harta tanpa
membunuh dan juga dipotong kaki kiri mereka dengan bertimbal balik karena telah
menyebabkan keresahan di masyarakat, atau dibuang dari negeri tempat
kediamannnya, yakni dipenjarakan agar tidak menakuti masyarakat. Demikian
itu sebagai suatu penghianaan atas mereka di dunia. Selain itu hukuman yang
akan mereka terima di akhirat apabila mereka tidak bertaubat adalah siksaan
yang besar.
Jelaslah
dalam surat Al-Maidah ayat 33, Quraisy Syihab telah memasukkan korupsi sebagai
bentuk tindakan perlawanan dan penyimpangan dari Allah SWT dan Rasul-Nya serta
membuat kerusakan di bumi dengan menjadikan masyarakat resah. Quraisy Syihab
menafsiri pidana korupsi dengan pemotongan tangan dan kaki secara bersilang,
karena mereka telah merampas harta tanpa membunuh dan telah menyebabkan
keresahan di masyarakat, atau membuang dan memenjarakan para pelaku korupsi
agar tidak menakut-nakuti masyarakat.
Dalam
karyanya yang berjudul Tafsir Al-Mishbah, Quraisy Syihab memaparkan bahwa telah
terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam memahami kata yuhaaribuuna
ilaaha wa rasuulah (memerangi Allah dan rasul-Nya). Imam
Malik menafsiri dan memahaminya dalam arti mengangkat senjata untuk merampas
harta orang lain yang pada dasarnya tidak ada permusuhan antara yang merampas
dan yang dirampas hartanya, baik perampasan tersebut terjadi di dalam kota maupun
tempat terpencil. Imam Abu Hanifah menilai bahwa perampasan tersebut harus
terjadi di tempat terpencil, sehingga jika terjadi di kota atau tempat
keramaian, maka ia tidak termasuk dalam kategori yuhaaribuun.
BAB III
HUKUM MENTASHORUFKAN HARTA KORUPSI
HUKUM MENTASHORUFKAN HARTA KORUPSI
Sebagian
ahli tafsir sepakat bahwa memanfaatkan hasil korupsi termasuk memakainya untuk
memenuhi kepentingan pribadi, keluarga, sumbangan sosial, ibadah dan
kepentingan lainnya adalah sama halnya memanfaatkan harta hasil usaha yang
haram, seperti judi, mencuri, merampok dan sebagainya. Dalam hal ini,
memanfaatkan harta dengan cara yang illegal adalah tidak dibenarkan meskipun
tujuannya adalah untuk kebaikan, karena pada prinsipnya harta tersebut bukanlah
harta miliknya yang sah sehingga tidak berhak untuk menggunakannya meskipun
untuk kebaikan, seperti yang terdapat dalam surat Al-Baqoroh ayat 188
wur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)Ìsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ
Artinya:
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.
[1] Pius A. Partanto dan Dahlan Al-Barry, Kamus
Ilmiah Populer, (ARKOLA: Yogyakarta), 2001, hal: 375.
[4] Muhammad Syahrur , Prinsip dan Dasar
Hermeneutika Hukum Islam Kontemporer, (Sukses OFFSET: Yogyakarta ), 2007,
hal:35.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar