A. PENDAHULUAN
Umumnya masyarakat berpandangan, bahwa
penyelesaian sengketa hanya bisa dilakukan melalui jalur pengadilan. Pandangan
seperti ini tentu tidaklah benar, sebab ada alternative lain dalam
menyelesaiankan suatu sengketa atau perselisihan tanpa harus melalui proses
persidangan.
Alternative yang dimaksud diatas atau yang
lebih dikenal dengan istilah ADR (Alternattive Dispute Resolution) adalah
alternative penyelesaian sngketa di luar litigasi yang bertujuan untuk mencapai
kesepakatan antara pihak-pihak yang berperkara yang saling menguntungkan (win
win solution) bukan untuk mencari kalah menang (win or loss) sebagaimana hasil
akhir jika penyelesaian dilakukan melalui proses litigasi. Dan salah satu
alternative penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah mediasi.
B.
PENGERTIAN MEDIASI
Pasal 1 ayat (7) Peraturan Mahkamah Agung RI
Nomor 1 tahun 2008 menyebutkan “Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa
melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepatakan para pihak dengan
dibantu oleh mediator.
Jadi,
mediasi adalah suatu proses dimana kedua belah pihak yang bersengketa atau
lebih menunjuk pihak ketiga yang netral dan impartial untuk membantu mereka
dalam mendiskusikan penyelesaian sengketa dan mencoba menggugah para pihak
untuk menegosiasikan suatu penyelesaian dari sengketa. Selain itu, mediasi
bersifat pribadi, rahasia dan kooperatif dan tidak terikat dengan aturan-aturan
formal sebagaimana proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan.
Mediasi yang dilakukan oleh para pihak dengan bantuan mediator
bertujuan untuk mencapai kesepakatan kedua belah pihak yang saling
menguntungkan (win win solution) dan memuaskan bagi pihak-pihak yang
bersengketa serta bersifat problem solving, bukan untuk mencari kalah menang
(win or loss). Karena itu, dalam suatu mediasi mediator hanya menjadi fasilitator
yang membantu para pihak dalam mengklarifikasi kebutuhan dan
keinginan-keinginan mereka, menyiapkan panduan, membantu para pihak dalam
meluruskan perbedaan-perbedaan pandangan dan bekerja untuk suatu yang dapat
diterima para pihak dalam penyelesaian yang mengikat.
C. STUDI ANALISIS TERHADAP PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun
2008 yang disahkan tanggal 31 Juli 2008 yang mengatur tentang prosedur mediasi
di pengadilan dan merupakan revisi dari Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2
Tahun 2003. PERMA ini bertujuan untuk mendayagunakan proses mediasi terkait
dengan proses berperkara di pengadilan sehingga proses penyelesaian sengketa
dapat lebih cepat dan murah serta dapat memberikan akses yang lebih besar
kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa
keadilan, serta menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah
penumpukan perkara.
Diberlakukannya PERMA tersebut di atas
disambut baik oleh para praktisi hukum dan para pencari keadilan. Karena PERMA
tersebut mendorong penyelesaian sengketa perdata melalui penyelesaian diluar
pengadilan (non litigasi) sebagai alternatif penyelesaian sengketa, bahkan
betapa pentingnya mediasi pasal 2 ayat (3) menyebutkan putusan batal demi hukum
jika prosedur mediasi tidak dilaksanakan.
Pengintegrasian mediasi ke dalam proses
beracara di pengadilan jelas membawa dampak positif, namun disisi lain juga
membawa problem pada saat mediasi tersebut diaplikasikan dalam proses beracara
khususnya pada lingkungan peradilan agama. Problem lebih disebabkan pada
ketidakmampuan PERMA ini mengantisipasi PERMAsalahan yang muncul dari
pemberlakuannya. Semestinya dalam penyusunan PERMA ini harus juga memperhatikan
gejala yang muncul dalam proses berperkara di Pengadilan Agama, terutama dalam
penyelesain perkara perceraian.
Penyusunan PERMA no. 1 tahun 2008 hanya
melihat proses penyelesaian perkara perdata secara umum saja. Sementara proses
penyelesaian perkara perceraian yang merupakan perkara perdata khusus, baik di
lingkungan peradilan agama maupun peradilan umum tidak diatur secara tegas di
dalam PERMA ini. Padahal ada perbedaan antara perdata umum dan perdata di
bidang perkawinan --perceraian. Jika perdata umum yang disengketakan berkaitan
dengan hak para pihak yang bersifat materi, seperti sengketa hibah, sengketa
waris. Sedangkan perdata di bidang perkawinan dalam hal ini perceraian yang
disengketakan juka berkaitan pada hak para pihak namun bukan bersifat materi
(inmateri) serta berkaitan dengan kewajiban para pihak, seperti hilangnya
kewajiban suami terhadap isteri jika terjadi perceraian.
Melihat sifat yang disengketa dalam perkara
perceraian, maka tidak jarang pihak lawan enggan hadir saat persidangan kecuali
jika pihak lawan tidak ingin bercerai sehingga perkara tersebut diputus
verstek. Dan jika ditelaah, hampir 50 % perkara peceraian di Pengadilan Agama
diputus verstek.
Berbicara mengenai kasus dimana pihak lawan
enggan hadir di persidangan meskipun telah dua kali dipanggil atau pihak lawan
tidak diketahui alamatnya, PERMA no. 1 tahun 2008 tidak mengatur mengenai
bagaimana prosedur mediasi dilakukan. Disinilah celah masalah muncul.
Saat ini ada 2 pandangan yang berkembang di
lingkangan peradilan agama di wilayah PTA Makassar terkaitan mediasi dalam
kasus tersebut diatas. Pertama mediasi tetap dilakukan meskipun pihak
lawan/salah satu pihak tidak hadir saat sidang pertama, dan kedua mediasi tidak
dilaksanakan jika pihak lawan/salah satu pihak tidak hadir saat sidang pertama
dan persidangan ditunda untuk memanggil ulang pihak lawan/pihak yang tidak
hadir.
Pertama :
“Mediasi tetap dilakukan meskipun pihak lawan/salah satu pihak tidak hadir
saat sidang pertama”
Jika saat sidang pertama pihak lawan atau salah satu pihak tidak hadir,
maka persidangan ditunda untuk mediasi dan panggil ulang pihak yang tidak
hadir. Artinya pada sidang pertama majelis hakim tetap mewajibkan pihak yang
hadir untuk menempuh mediasi dengan memerintahkan pihak yang hadir untuk
memilih mediator, dan setelah pihak yang hadir memilih mediator barulah majelis
hakim menunda persidangan dengan alasan mediasi dan memanggil ulang pihak yang
tidak hadir.
Pandang ini didasarkan pada pasal 2 ayat (3) yang menyebutkan putusan batal
demi hukum jika prosedur mediasi tidak dilaksanakan.
Selanjutnya dalam proses mediasi, mediator memerintahkan jurusita untuk
memanggil pihak yang tidak hadir pada saat sidang pertama untuk hadir pada hari
mediasi yang telah disepakati antara pihak yang hadir dengan mediator, dan dalam
proses persidangan majelis hakim juga memerintahkan jurusita untuk memanggil
ulang. Sehingga ada dua panggilan yang diterima pihak yang tidak hadir, pertama
panggilan mediasi dari mediator dan kedua panggilan sidang dari majelis hakim.
Adapun biaya panggilan untuk mediasi diambil dahulu dari biaya panjar
perkara sebagaimana ketentuan pasal 3 ayat (1).
Kedua:
“Mediasi tidak dilaksanakan jika pihak lawan/salah satu pihak tidak hadir
saat sidang pertama dan persidangan ditunda untuk memanggil ulang pihak
lawan/pihak yang tidak hadir”
Apabila pada saat sidang pertama salah satu
pihak yang berperkara tidak hadir, maka persidangan ditunda untuk memanggil
ulang pihak yang tidak hadir dan mediasi tidak dilaksanakan. Artinya, saat
salah satu pihak tidak hadir, majelis hakim tidak mewajibkan pihak yang hadir
untuk mediasi, tetapi menunda persidangan untuk memanggil ulang pihak yang
tidak hadir. Dan jika saat sidang selanjutnya kedua belah pihak hadir, barulah
majelis hakim mewajibkan mediasi. Namun jika saat persidangan selanjutnya pihak
yang tidak hadir tetap tidak memenuhi panggilan sidang, maka proses pemeriksaan
terus dilanjutkan tanpa melalui proses mediasi.
Pandangan ini didasari pada pasal 7 ayat (1) dan pasal 11 ayat (1) yang
menjadikan kehadiran kedua belah pihak yang berperkara sebagai syarat untuk
mewajibkan pihak yang berperkara menempuh mediasi.
Menyikapi dua pandangan diatas, penulis lebih cendrung kepada pandangan
kedua yang menyatakan mediasi tidak dilaksanakan jika salah satu pihak tidak
hadir pada sidang pertama dan pemeriksaan dilanjutkan sebagaimana biasa. Hal
ini berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
1. Maksud dan tujuan
mediasi adalah menyelesaikan masalah/sengketa antara dua pihak atau lebih
dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang netral dan dan tidak memihak
(impartial) untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan pihak-pihak yang
bersengketa sehingga dicapai hasil yang memuaskan (win win solution). Mediasi
dapat dilaksanakan jika para pihak yang bersengketa sepakat untuk menyelesaikan
sengketanya dengan bantuan mediator dan jika salah satu pihak menolak, maka
mediasi tidak akan dapat dilaksanakan. Jadi dalam mediasi kesepatakan para
pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme mediasi
merupakan hal terpenting.
Lalu bagaimana hakim dapat mewajibkan pihak
yang hadir mediasi tanpa hadirnya pihak lain yang bersengketa.
2. Pasal 7 ayat (1)
menyebutkan bahwa “Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua
belah pihak, hakim mewajibkah para pihak untuk menempuh mediasi” . Dari pasal
tersebut perlu digaris bawahi kata yang dihadiri kedua belah pihak,
artinya kehadiran kedua belah pihak yang berperkaralah yang menjadi dasar bagi
hakim untuk mewajibkan mereka menempuh mediasi.
Selain itu Pasal 11 ayat (1) juga menyebutkan
“Setelah para pihak hadir pada hari sidang pertama, hakim mewajibkan para pihak
pada hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk
berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat
pilihan penggunaan mediator bukan hakim”.
Jadi dari kedua pasal tersebut di atas sudah
jelas, bahwa mediasi baru dapat diwajibkan kepada para pihak jika pihak-pihak
yang bersengketa hadir saat persidangan atau saat sidang pertama. Dan mafhumu
mukhalafah dari kedua pasal di atas adalah jika saat sidang yang telah
ditentukan hanya satu pihak yang hadir, maka hakim tidak perlu mewajibkan pihak
yang hadir untuk mediasi. Bahkan mediator dipilih berdasarkan kesepakatan para
pihak sebagaimana ketentuan Pasal 11 ayat (1), bukan berdasarkan pilihan satu
pihak saja.
3. Tujuan PERMA Nomor
1 Tahun 2008 bertujuan untuk mendayagunakan mediasi sebagai alternatif
penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan merupakan salah satu proses
penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah.
Jika pada sidang yang hanya dihadiri salah
satu pihak yang bersengketa hakim tetap mewajibkan mediasi, maka asas biaya
lebih murah dari PERMA ini tidak akan terpenuhi dan yang terjadi adalah
tambahan biaya bagi pihak yang mengajukan gugatan. Tambahan biaya tersebut
disebabkan penggugat/pemohon harus mengeluarkan biaya yang dipergunakan untuk
pemanggilan mediasi bagi pihak Tergugat/Termohon diluar biaya pemanggilan yang
diperintahkan hakim. Tentunya hal ini akan membebani pencari keadilan,
mengingat seluruh biaya perkara dan mediasi dibebankan kepadanya. Sebagai
contoh, perkara cerai gugat yang para pihaknya masuk dalam radius satu dan
pihak lawan tidak pernah hadir, biaya perkara yang dibebankan ke
penggugat/pemohon bertambah satu kali panggilan, sehingga yang tadinya biaya
yang harus dikeluarkan sebesar Rp. 191.000,- bertambah menjadi Rp. 241.000,-.
4. Putusan batal demi
hukum sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (3) hanya terjadi jika prosedur
mediasi sebagaimana diatur dalam BAB II dan BAB III tidak dilalui atau
dilaksanakan. Namun untuk perkara perceraian ada perlakukan khusus meskipun
tidak disebut secara jelas didalam PERMA nomor 1 Tahun 2008, karena PERMA ini
berlaku secara umum bukan hanya untuk satu lingkungan peradilan saja.
Dari segala apa yang telah diuraikan di atas,
penulis perpendapat bahwa mediasi pada perkara ghoib atau perkara yang salah
satu pihaknya tidak hadir tidak perlu dilakukan mediasi dan pemeriksaan
dilanjutkan sebagaimana biasa. Tidak dilakukannya mediasi tidak mengakibatkan
putusan batal demi hukum, karena prosedur pertama untuk mediasi dalam PERMA
nomor 1 tahun 2008 adalah hadirnya kedua belah pihak pada sidang yang
ditentukan dan jika salah satu pihak tidak hadir maka prosedur lainnya tidak
dapat dilaksanakan. Justru jika mediasi tetap diwajibkan oleh hakim tanpa
hadirnya pihak lain yang bersengketa pada saat sidang pertama, maka telah
terjadi pelanggaran prosedur mediasi. Jika diputus, maka putusan yang seperti
inilah yang batal demi hukum.
ANALISIS PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN
BERDASARKAN PERMA NO 1 TAHUN 2008
Mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian
sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih
besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa
keadilan. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan
untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
Jenis Perkara Yang Dimediasi
Kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur
pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha, semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat
Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan
bantuan mediator. [Pasal 4 Perma No. 1 Tahun 2008]
Tahap Pra Mediasi
Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri
kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Hakim,
melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk
berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Kuasa hukum para pihak
berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam
proses mediasi. Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi sesuai Perma No. 1
Tahun 2008 ini kepada para pihak yang bersengketa. [Pasal 7 Perma No. 1 Tahun
2008]
Para pihak berhak memilih mediator di antara
pilihan-pilihan berikut:
a. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang
bersangkutan;
b. Advokat atau akademisi hukum;
c. Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak
menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa;
d. Hakim majelis pemeriksa perkara;
e. Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a
dan d, atau gabungan butir b dan
d, atau gabungan butir c dan d.
d, atau gabungan butir c dan d.
Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari
satu orang mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh
para mediator sendiri. [Pasal 7 Perma No. 1 Tahun 2008]
Setelah para pihak hadir pada hari sidang pertama, hakim
mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja
berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin
timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan hakim. Jika setelah
jangka waktu maksimal yaitu 2 (dua) hari, para pihak tidak dapat bersepakat
memilih mediator yang dikehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan
mereka memilih mediator kepada ketua majelis hakim. Setelah menerima
pemberitahuan para pihak tentang kegagalan memilih mediator, ketua majelis
hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat
pada pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator. [Pasal 11 Perma
No. 1 Tahun 2008]
Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan
iktikad baik. Salah satu pihak dapat menyatakan mundur dari proses mediasi jika
pihak lawan menempuh mediasi dengan iktikad tidak baik. [Pasal 12 Perma No. 1
Tahun 2008]
Tahap-Tahap Proses Mediasi
Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat
menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator. Dalam
waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal memilih
mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim
mediator yang ditunjuk.
Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat
puluh) hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh
ketua majelis hakim. Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi
dapat diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir masa
40 (empat puluh) hari.
Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak,
mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi.
[Pasal 13 Perma No. 1 Tahun 2008]
Kewenangan Mediator
Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal
jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali
berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan
mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturutturut tidak
menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut. Jika
setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa yang
sedang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang
nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat
gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah satu
pihak dalam proses mediasi, mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan
hakim pemeriksa bahwa perkara yang bersangkutan tidak layak untuk dimediasi
dengan alasan para pihak tidak lengkap. [Pasal 13 Perma No. 1 Tahun 2008]
Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri
dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang
terbaik bagi para pihak. [Pasal 14 Perma No. 1 Tahun 2008]
Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para
pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang
dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Jika dalam proses
mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan
secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai.
Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan,
mediator memeriksa materi kesepakatan perdamaian untuk menghindari ada
kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan
atau yang memuat iktikad tidak baik. Para pihak wajib menghadap kembali kepada
hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian.
Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian
kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. Jika para pihak
tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta
perdamaian, kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan dan
atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai. [Pasal 17 Perma No. 1
Tahun 2008]
Tugas-Tugas Mediator:
(1)
Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan
mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati.
(2)
Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara
langsung berperan dalam proses mediasi.
(3)
Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan
kaukus.
(4)
Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri
dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang
terbaik bagi para pihak. [Pasal 15 Perma No. 1 Tahun 2008]
Jika setelah batas waktu maksimal 40 (empat puluh)
hari kerja, para pihak tidak mampu menghasilkan kesepakatan atau karena
sebab-sebab yang terkandung dalam Pasal 15 Perma No. 1 Tahun 2008, mediator
wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan
memberitahukan kegagalan kepada hakim. Segera setelah menerima pemberitahuan
tersebut, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan hukum acara
yang berlaku.
Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, hakim pemeriksa
perkara tetap berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga
sebelum pengucapan putusan. Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud diatas,
berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak hari para pihak
menyampaikan keinginan berdamai kepada hakim pemeriksa perkara yang
bersangkutan. [Pasal 18 Perma No. 1 Tahun 2008]
Tempat Penyelenggaraan Mediasi
Mediasi dapat diselenggarakan di salah satu ruang
Pengadilan Tingkat Pertama atau ditempat lain yang disepakati oleh para pihak.
Mediator hakim tidak boleh menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan.
Penyelenggaraan mediasi di salah satu ruang Pengadilan Tingkat Pertama tidak dikenakan
biaya. [Pasal 20 Perma No. 1 Tahun 2008]
Para pihak dengan bantuan mediator besertifikat yang
berhasil menyelesaikan sengketa di luar pengadilan dengan kesepakatan perdamaian
dapat mengajukan kesepakatan perdamaian tersebut ke pengadilan yang berwenang
untuk memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan. Pengajuan
gugatannya harus disertai atau dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan
dokumen-dokumen yang membuktikan ada hubungan hukum para pihak dengan objek
sengketa.
Hakim dihadapan para pihak hanya akan menguatkan
kesepakatan perdamaian dalam bentuk akta perdamaian apabila kesepakatan
perdamaian tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.
sesuai kehendak para pihak;
b.
tidak bertentangan dengan hukum;
c.
tidak merugikan pihak ketiga;
d.
dapat dieksekusi.
e.
dengan iktikad baik. [Pasal 23 Perma No. 1 Tahun 2008]
Perdamaian Di Tingkat Banding, Kasasi, Dan Peninjauan
Kembali
Para pihak, atas dasar kesepakatan mereka, dapat
menempuh upaya perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses banding,
kasasi, atau peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang diperiksa
pada tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang perkara itu
belum diputus. [Pasal 23 Perma No. 1 Tahun 2008]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar