Rabu, 06 Mei 2015

ANALISIS PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN BERDASARKAN PERMA NO 1 TAHUN 2008



A. PENDAHULUAN
Umumnya masyarakat berpandangan, bahwa penyelesaian sengketa hanya bisa dilakukan melalui jalur pengadilan. Pandangan seperti ini tentu tidaklah benar, sebab ada alternative lain dalam menyelesaiankan suatu sengketa atau perselisihan tanpa harus melalui proses persidangan.
Alternative yang dimaksud diatas atau yang lebih dikenal dengan istilah ADR (Alternattive Dispute Resolution) adalah alternative penyelesaian sngketa di luar litigasi yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan antara pihak-pihak yang berperkara yang saling menguntungkan (win win solution) bukan untuk mencari kalah menang (win or loss) sebagaimana hasil akhir jika penyelesaian dilakukan melalui proses litigasi. Dan salah satu alternative penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah mediasi.
B. PENGERTIAN MEDIASI
Pasal 1 ayat (7) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 menyebutkan “Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepatakan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
Jadi, mediasi adalah suatu proses dimana kedua belah pihak yang bersengketa atau lebih menunjuk pihak ketiga yang netral dan impartial untuk membantu mereka dalam mendiskusikan penyelesaian sengketa dan mencoba menggugah para pihak untuk menegosiasikan suatu penyelesaian dari sengketa. Selain itu, mediasi bersifat pribadi, rahasia dan kooperatif dan tidak terikat dengan aturan-aturan formal sebagaimana proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan.
Mediasi yang dilakukan oleh para pihak dengan bantuan mediator bertujuan untuk mencapai kesepakatan kedua belah pihak yang saling menguntungkan (win win solution) dan memuaskan bagi pihak-pihak yang bersengketa serta bersifat problem solving, bukan untuk mencari kalah menang (win or loss). Karena itu, dalam suatu mediasi mediator hanya menjadi fasilitator yang membantu para pihak dalam mengklarifikasi kebutuhan dan keinginan-keinginan mereka, menyiapkan panduan, membantu para pihak dalam meluruskan perbedaan-perbedaan pandangan dan bekerja untuk suatu yang dapat diterima para pihak dalam penyelesaian yang mengikat.
C. STUDI ANALISIS TERHADAP PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2008 yang disahkan tanggal 31 Juli 2008 yang mengatur tentang prosedur mediasi di pengadilan dan merupakan revisi dari Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2003. PERMA ini bertujuan untuk mendayagunakan proses mediasi terkait dengan proses berperkara di pengadilan sehingga proses penyelesaian sengketa dapat lebih cepat dan murah serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan, serta menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara.
Diberlakukannya PERMA tersebut di atas disambut baik oleh para praktisi hukum dan para pencari keadilan. Karena PERMA tersebut mendorong penyelesaian sengketa perdata melalui penyelesaian diluar pengadilan (non litigasi) sebagai alternatif penyelesaian sengketa, bahkan betapa pentingnya mediasi pasal 2 ayat (3) menyebutkan putusan batal demi hukum jika prosedur mediasi tidak dilaksanakan.
Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan jelas membawa dampak positif, namun disisi lain juga membawa problem pada saat mediasi tersebut diaplikasikan dalam proses beracara khususnya pada lingkungan peradilan agama. Problem lebih disebabkan pada ketidakmampuan PERMA ini mengantisipasi PERMAsalahan yang muncul dari pemberlakuannya. Semestinya dalam penyusunan PERMA ini harus juga memperhatikan gejala yang muncul dalam proses berperkara di Pengadilan Agama, terutama dalam penyelesain perkara perceraian.
Penyusunan PERMA no. 1 tahun 2008 hanya melihat proses penyelesaian perkara perdata secara umum saja. Sementara proses penyelesaian perkara perceraian yang merupakan perkara perdata khusus, baik di lingkungan peradilan agama maupun peradilan umum tidak diatur secara tegas di dalam PERMA ini. Padahal ada perbedaan antara perdata umum dan perdata di bidang perkawinan --perceraian. Jika perdata umum yang disengketakan berkaitan dengan hak para pihak yang bersifat materi, seperti sengketa hibah, sengketa waris. Sedangkan perdata di bidang perkawinan dalam hal ini perceraian yang disengketakan juka berkaitan pada hak para pihak namun bukan bersifat materi (inmateri) serta berkaitan dengan kewajiban para pihak, seperti hilangnya kewajiban suami terhadap isteri jika terjadi perceraian.
Melihat sifat yang disengketa dalam perkara perceraian, maka tidak jarang pihak lawan enggan hadir saat persidangan kecuali jika pihak lawan tidak ingin bercerai sehingga perkara tersebut diputus verstek. Dan jika ditelaah, hampir 50 % perkara peceraian di Pengadilan Agama diputus verstek.
Berbicara mengenai kasus dimana pihak lawan enggan hadir di persidangan meskipun telah dua kali dipanggil atau pihak lawan tidak diketahui alamatnya, PERMA no. 1 tahun 2008 tidak mengatur mengenai bagaimana prosedur mediasi dilakukan. Disinilah celah masalah muncul.
Saat ini ada 2 pandangan yang berkembang di lingkangan peradilan agama di wilayah PTA Makassar terkaitan mediasi dalam kasus tersebut diatas. Pertama mediasi tetap dilakukan meskipun pihak lawan/salah satu pihak tidak hadir saat sidang pertama, dan kedua mediasi tidak dilaksanakan jika pihak lawan/salah satu pihak tidak hadir saat sidang pertama dan persidangan ditunda untuk memanggil ulang pihak lawan/pihak yang tidak hadir.
Pertama :
“Mediasi tetap dilakukan meskipun pihak lawan/salah satu pihak tidak hadir saat sidang pertama”
Jika saat sidang pertama pihak lawan atau salah satu pihak tidak hadir, maka persidangan ditunda untuk mediasi dan panggil ulang pihak yang tidak hadir. Artinya pada sidang pertama majelis hakim tetap mewajibkan pihak yang hadir untuk menempuh mediasi dengan memerintahkan pihak yang hadir untuk memilih mediator, dan setelah pihak yang hadir memilih mediator barulah majelis hakim menunda persidangan dengan alasan mediasi dan memanggil ulang pihak yang tidak hadir.
Pandang ini didasarkan pada pasal 2 ayat (3) yang menyebutkan putusan batal demi hukum jika prosedur mediasi tidak dilaksanakan.
Selanjutnya dalam proses mediasi, mediator memerintahkan jurusita untuk memanggil pihak yang tidak hadir pada saat sidang pertama untuk hadir pada hari mediasi yang telah disepakati antara pihak yang hadir dengan mediator, dan dalam proses persidangan majelis hakim juga memerintahkan jurusita untuk memanggil ulang. Sehingga ada dua panggilan yang diterima pihak yang tidak hadir, pertama panggilan mediasi dari mediator dan kedua panggilan sidang dari majelis hakim.
Adapun biaya panggilan untuk mediasi diambil dahulu dari biaya panjar perkara sebagaimana ketentuan pasal 3 ayat (1).
Kedua:
“Mediasi tidak dilaksanakan jika pihak lawan/salah satu pihak tidak hadir saat sidang pertama dan persidangan ditunda untuk memanggil ulang pihak lawan/pihak yang tidak hadir”
Apabila pada saat sidang pertama salah satu pihak yang berperkara tidak hadir, maka persidangan ditunda untuk memanggil ulang pihak yang tidak hadir dan mediasi tidak dilaksanakan. Artinya, saat salah satu pihak tidak hadir, majelis hakim tidak mewajibkan pihak yang hadir untuk mediasi, tetapi menunda persidangan untuk memanggil ulang pihak yang tidak hadir. Dan jika saat sidang selanjutnya kedua belah pihak hadir, barulah majelis hakim mewajibkan mediasi. Namun jika saat persidangan selanjutnya pihak yang tidak hadir tetap tidak memenuhi panggilan sidang, maka proses pemeriksaan terus dilanjutkan tanpa melalui proses mediasi.
Pandangan ini didasari pada pasal 7 ayat (1) dan pasal 11 ayat (1) yang menjadikan kehadiran kedua belah pihak yang berperkara sebagai syarat untuk mewajibkan pihak yang berperkara menempuh mediasi.
Menyikapi dua pandangan diatas, penulis lebih cendrung kepada pandangan kedua yang menyatakan mediasi tidak dilaksanakan jika salah satu pihak tidak hadir pada sidang pertama dan pemeriksaan dilanjutkan sebagaimana biasa. Hal ini berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
1. Maksud dan tujuan mediasi adalah menyelesaikan masalah/sengketa antara dua pihak atau lebih dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang netral dan dan tidak memihak (impartial) untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan pihak-pihak yang bersengketa sehingga dicapai hasil yang memuaskan (win win solution). Mediasi dapat dilaksanakan jika para pihak yang bersengketa sepakat untuk menyelesaikan sengketanya dengan bantuan mediator dan jika salah satu pihak menolak, maka mediasi tidak akan dapat dilaksanakan. Jadi dalam mediasi kesepatakan para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme mediasi merupakan hal terpenting.
Lalu bagaimana hakim dapat mewajibkan pihak yang hadir mediasi tanpa hadirnya pihak lain yang bersengketa.
2. Pasal 7 ayat (1) menyebutkan bahwa “Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkah para pihak untuk menempuh mediasi” . Dari pasal tersebut perlu digaris bawahi kata yang dihadiri kedua belah pihak, artinya kehadiran kedua belah pihak yang berperkaralah yang menjadi dasar bagi hakim untuk mewajibkan mereka menempuh mediasi.
Selain itu Pasal 11 ayat (1) juga menyebutkan “Setelah para pihak hadir pada hari sidang pertama, hakim mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan hakim”.
Jadi dari kedua pasal tersebut di atas sudah jelas, bahwa mediasi baru dapat diwajibkan kepada para pihak jika pihak-pihak yang bersengketa hadir saat persidangan atau saat sidang pertama. Dan mafhumu mukhalafah dari kedua pasal di atas adalah jika saat sidang yang telah ditentukan hanya satu pihak yang hadir, maka hakim tidak perlu mewajibkan pihak yang hadir untuk mediasi. Bahkan mediator dipilih berdasarkan kesepakatan para pihak sebagaimana ketentuan Pasal 11 ayat (1), bukan berdasarkan pilihan satu pihak saja.
3. Tujuan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 bertujuan untuk mendayagunakan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah.
Jika pada sidang yang hanya dihadiri salah satu pihak yang bersengketa hakim tetap mewajibkan mediasi, maka asas biaya lebih murah dari PERMA ini tidak akan terpenuhi dan yang terjadi adalah tambahan biaya bagi pihak yang mengajukan gugatan. Tambahan biaya tersebut disebabkan penggugat/pemohon harus mengeluarkan biaya yang dipergunakan untuk pemanggilan mediasi bagi pihak Tergugat/Termohon diluar biaya pemanggilan yang diperintahkan hakim. Tentunya hal ini akan membebani pencari keadilan, mengingat seluruh biaya perkara dan mediasi dibebankan kepadanya. Sebagai contoh, perkara cerai gugat yang para pihaknya masuk dalam radius satu dan pihak lawan tidak pernah hadir, biaya perkara yang dibebankan ke penggugat/pemohon bertambah satu kali panggilan, sehingga yang tadinya biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp. 191.000,- bertambah menjadi Rp. 241.000,-.
4. Putusan batal demi hukum sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (3) hanya terjadi jika prosedur mediasi sebagaimana diatur dalam BAB II dan BAB III tidak dilalui atau dilaksanakan. Namun untuk perkara perceraian ada perlakukan khusus meskipun tidak disebut secara jelas didalam PERMA nomor 1 Tahun 2008, karena PERMA ini berlaku secara umum bukan hanya untuk satu lingkungan peradilan saja.
Dari segala apa yang telah diuraikan di atas, penulis perpendapat bahwa mediasi pada perkara ghoib atau perkara yang salah satu pihaknya tidak hadir tidak perlu dilakukan mediasi dan pemeriksaan dilanjutkan sebagaimana biasa. Tidak dilakukannya mediasi tidak mengakibatkan putusan batal demi hukum, karena prosedur pertama untuk mediasi dalam PERMA nomor 1 tahun 2008 adalah hadirnya kedua belah pihak pada sidang yang ditentukan dan jika salah satu pihak tidak hadir maka prosedur lainnya tidak dapat dilaksanakan. Justru jika mediasi tetap diwajibkan oleh hakim tanpa hadirnya pihak lain yang bersengketa pada saat sidang pertama, maka telah terjadi pelanggaran prosedur mediasi. Jika diputus, maka putusan yang seperti inilah yang batal demi hukum.
ANALISIS PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN BERDASARKAN PERMA NO 1 TAHUN 2008

Mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

Jenis Perkara Yang Dimediasi
Kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator. [Pasal 4 Perma No. 1 Tahun 2008]

Tahap Pra Mediasi
Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi sesuai Perma No. 1 Tahun 2008 ini kepada para pihak yang bersengketa. [Pasal 7 Perma No. 1 Tahun 2008]

Para pihak berhak memilih mediator di antara pilihan-pilihan berikut:
a. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan;
b. Advokat atau akademisi hukum;
c. Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa;
d. Hakim majelis pemeriksa perkara;
e. Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d, atau gabungan butir b dan
d, atau gabungan butir c dan d.

Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator sendiri. [Pasal 7 Perma No. 1 Tahun 2008]
Setelah para pihak hadir pada hari sidang pertama, hakim mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan hakim.  Jika setelah jangka waktu maksimal yaitu 2 (dua) hari, para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada ketua majelis hakim. Setelah menerima pemberitahuan para pihak tentang kegagalan memilih mediator, ketua majelis hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator. [Pasal 11 Perma No. 1 Tahun 2008]

Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan iktikad baik. Salah satu pihak dapat menyatakan mundur dari proses mediasi jika pihak lawan menempuh mediasi dengan iktikad tidak baik. [Pasal 12 Perma No. 1 Tahun 2008]

Tahap-Tahap Proses Mediasi
Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator. Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk.

Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim. Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh) hari.

Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi. [Pasal 13 Perma No. 1 Tahun 2008]

Kewenangan Mediator
Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturutturut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut. Jika setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa yang sedang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan hakim pemeriksa bahwa perkara yang bersangkutan tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak tidak lengkap. [Pasal 13 Perma No. 1 Tahun 2008]

Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. [Pasal 14 Perma No. 1 Tahun 2008]

Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai.

Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa materi kesepakatan perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktikad tidak baik. Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian.

Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian. Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian, kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai. [Pasal 17 Perma No. 1 Tahun 2008]

Tugas-Tugas Mediator:
(1)    Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati.
(2)    Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.
(3)    Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus.
(4)    Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. [Pasal 15 Perma No. 1 Tahun 2008]

Jika setelah batas waktu maksimal 40 (empat puluh) hari kerja, para pihak tidak mampu menghasilkan kesepakatan atau karena sebab-sebab yang terkandung dalam Pasal 15 Perma No. 1 Tahun 2008, mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan kepada hakim. Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku.

Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan. Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud diatas, berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak hari para pihak menyampaikan keinginan berdamai kepada hakim pemeriksa perkara yang bersangkutan. [Pasal 18 Perma No. 1 Tahun 2008]

Tempat Penyelenggaraan Mediasi
Mediasi dapat diselenggarakan di salah satu ruang Pengadilan Tingkat Pertama atau ditempat lain yang disepakati oleh para pihak. Mediator hakim tidak boleh menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan. Penyelenggaraan mediasi di salah satu ruang Pengadilan Tingkat Pertama tidak dikenakan biaya. [Pasal 20 Perma No. 1 Tahun 2008]
Para pihak dengan bantuan mediator besertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di luar pengadilan dengan kesepakatan perdamaian dapat mengajukan kesepakatan perdamaian tersebut ke pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan. Pengajuan gugatannya harus disertai atau dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen-dokumen yang membuktikan ada hubungan hukum para pihak dengan objek sengketa.
Hakim dihadapan para pihak hanya akan menguatkan kesepakatan perdamaian dalam bentuk akta perdamaian apabila kesepakatan perdamaian tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.      sesuai kehendak para pihak;
b.      tidak bertentangan dengan hukum;
c.       tidak merugikan pihak ketiga;
d.      dapat dieksekusi.
e.      dengan iktikad baik. [Pasal 23 Perma No. 1 Tahun 2008]

Perdamaian Di Tingkat Banding, Kasasi, Dan Peninjauan Kembali
Para pihak, atas dasar kesepakatan mereka, dapat menempuh upaya perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses banding, kasasi, atau peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang diperiksa pada tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang perkara itu belum diputus. [Pasal 23 Perma No. 1 Tahun 2008]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar