NAMA :
Kausar Abidin
NIM :
1123060042
JURUSAN :
HPI/A/V
MATKUL :
Hukum Acara Perdata
DOSEN :
Dewi Mayaningsih, SH.,M.H
RESUME
UU
PERADILAN UMUM YANG TERKAIT DENGAN KOMPETENSI PENGADILAN NEGERI ABSOLUT
Kompetensi Absolut
Menyangkut kewenangan badan
peradilan apa untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara;
sebagaimana diketahui berdasarkan pasal 10 UU 35/1999 kita mengenal
4 (empat) lingkungan peradilan, yakni; peradilan umum, peradilan agama,
peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.
1)
Kompetensi Absolut Dari Peradilan Umum adalah memeriksa, mengadili, dan memutuskan
perkara pidana yang dilakukan oleh orang-orang sipil dan perkara perdata,
kecuali suatu peraturan perundang-undangan menentukan lain (Pasal 50 UU
2/1999).
2)
Kompetensi Absolut Dari Peradilan Agama adalah memeriksa, mengadili, dan memutuskan
perkara-perkara orang yang beragama Islam dalam bidang perkawinan, warisan,
wasiat, hibah, waqaf, dan shadaqah (Pasal 49 UU 50/2009).
3)
Kompetensi Absolut Dari Peradilan Militer adalah memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara-perkara pidana yang dilakuka oleh anggota militer (baik dari angkatan
darat, angkatan laut, angkatan udara , dan kepolisian).
4)
Kompetensi absolut dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah
memeriksa, mengadili, dan memutuskan sengketa yang timbul dalam bidang
tata usaha negara antara seseorang atau badan hukum perdata dengan badan atau
pejabat tata usaha negara akibat dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha
negara, termasuk sengketa kepegawaian (Pasal 1 ayat 4 UU 09/2004 PTUN) dan
tidak dikeluarkannya suatu keputusan yang dimohonkan yang dimohonkan seseorang
sampai batas waktu yang ditentukan dalam suatu peraturan perundang-undangan,
sedangkan hal itu telah merupakan kewajiban badan atau pejabat tata usaha
negara yang bersangkutan (Pasal 3 UU 09/2004 PTUN).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah atribusi dari
Sjarah Basah itu sama dengan kompetensi absolut dan untuk istilah delegasi
adalah sama dengan kompetensi relatf.
Contoh : Suatu tindak
pidana yang dilakukan oleh seorang anggota ABRI maka pengadilan yang berwenang
untuk mengadili adalah Pengadilan Militer
PTUN DI INDONESIA
Dalam UU No 5 Tahun 1986
untuk membentuk PTUN dengan Keputusan Presiden (Keppres). Di Indonesia sampai
dengan sekarang ada 26 PTUN. Berdasarkan Keppres No. 52 Tahun 1990 tentang
Pembentukan PTUN di Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya, Ujung Pandang. Keppres
No. 16 Tahun 1992 tentang Pembentukan PTUN di Bandung, Semarang dan Padang.
Keppres No. 41 Tahun 1992 tentang Pembentukan PTUN Pontianak, Banjarmasin dan
Manado. Keppres No. 16 Tahun 1993 tentang Pembentukan PTUN Kupang, Ambon, dan
Jayapura. Keppres No. 22 Tahun 1994 tentang Pembentukan PTUN Bandar Lampung,
Samarinda dan Denpasar. Keppres No. 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan PTUN Banda
Aceh, Pakanbaru, Jambi, Bengkulu, Palangkaraya, Palu, Kendari, Yogyakarta,
Mataram dan Dili. Untuk wilayah hukum PTUN Dili, setelah Timor Timur merdeka
bukan lagi termasuk wilayah Republik Indonesia.
KOMPETENSI PTUN
Kompetensi (kewenangan)
suatu badan pengadilan untuk mengadili suatu perkara dapat dibedakan atas
kompetensi relatif dan kompetensi absolut. Kompetensi relatif berhubungan
dengan kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan
wilayah hukumnya. Sedangkan kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan
untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa.
a. Kompetensi Relatif
Kompetensi relatif suatu
badan pengadilan ditentukan oleh batas daerah hukum yang menjadi kewenangannya.
Suatu badan pengadilan dinyatakan berwenang untuk memeriksa suatu sengketa
apabila salah satu pihak sedang bersengketa (Penggugat/Tergugat) berkediaman di
salah satu daerah hukum yang menjadi wilayah hukum pengadilan itu.
Pengaturan kompetensi
relatif peradilan tata usaha negara terdapat dalam Pasal 6 dan Pasal
54 :
Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 menyatakan :
1)
Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota
Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota.
2)
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di
ibukota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.
Untuk
saat sekarang PTUN masih terbatas sebanyak 26 dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara (PT.TUN) ada 4 yaitu PT.TUN Medan, Jakarta, Surabaya dan Makasar
di seluruh wilayah Indonesia, sehingga PTUN wilayah hukumnya meliputi
beberapa kabupaten dan kota. Seperti PTUN Medan wilayah hukumnya meliputi wilayah
provinsi Sumatera Utara dan PT.TUN wilayah hukumnya meliputi provinsi-provinsi
yang ada di Sumatera.
Adapun kompetensi yang
berkaitan dengan tempat kedudukan atau tempat kediaman para pihak, yakni pihak
Penggugat dan Tergugat.
Dalam Pasal 54 UU No. 5
Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 diatur sebagai berikut :
Gugatan sengketa tata usaha
negara diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan tergugat.
1) Apabila Tergugat
lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak
dalam satu daerah hukum Pengadilan, gugatan diajukan kepada Pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara.
2) Dalam hal tempat
kedudukan Tergugat tidak berada dalam daerah hukum Pengadilan tempat kediaman
Penggugat, maka gugatan dapat diajukan ke Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman Penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada
Pengadilan yang bersangkutan.
3) Dalam hal-hal tertentu
sesuai dengan sifat sengketa tata usaha negara yang bersangkutan yang diatur
dengan Peraturan Pemerintah, gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan yang
berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat.
4) Apabila
Penggugat dan Tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri, gugatan
diajukan kepada Pengadilan di Jakarta.
5) Apabila Tergugat
berkedudukan di dalam negeri dan Penggugat di luar negeri, gugatan diajukan
kepada Pengadilan di tempat kedudukan Tergugat.
Dengan demikian gugatan
pada prinsipnya diajukan ke pengadilan di tempat tergugat dan hanya bersifat
eksepsional di tempat penggugat diatur menurut Peraturan Pemerintah. Hanya saja
sampai sekarang Peraturan Pemerintah tersebut belum ada.
b. Kompetensi
Absolut
Kompetensi absolut
berkaitan dengan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara untuk mengadili suatu
perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa. Adapun yang menjadi obyek
sengketa Tata Usaha Negara adalah Keputusan tata usaha negara sebagaimana
diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004.
Kompetensi absolut PTUN adalah sengketa tata usaha negara yang timbul dalam
bidang Tata Usaha Negara antara orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan
atau Pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
dikeluarkannya Keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 angka 4 UU No. 5
Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004).
Obyek sengketa Tata Usaha
Negara adalah Keputusan tata usaha negara sesuai Pasal 1 angka 3 dan Pasal 3 UU
No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004.
Namun ini, ada
pembatasan-pembatasan yang termuat dalam ketentuan Pasal-Pasal UU No. 5 Tahun
1986 UU No. 9 Tahun 2004 yaitu Pasal 2, Pasal 48, Pasal 49 dan Pasal 142.
Pembatasan ini dapat dibedakan menjadi : Pembatasan langsung, pembatasasn tidak
langsung dan pembatasan langsung bersifat sementara.
1) Pembatasan
Langsung
Pembatasan langsung adalah
pembatasan yang tidak memungkinkan sama sekali bagi PTUN untuk memeriksa dan
memutus sengketa tersebut. Pembatasan langsung ini terdapat dalam Penjelasan
Umum, Pasal 2 dan Pasal 49 UU No. 5 Tahun 1986. Berdasarkan Pasal 2 UU
No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 menentukan, bahwa tidak termasuk Keputusan
tata usaha negara menurut UU ini :
a. Keputusan tata
usaha negara yang merupakan perbuatan hukum perdata.
b. Keputusan tata
usaha negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum.
c. Keputusan tata
usaha negara yang masih memerlukan persetujuan.
d. Keputusan tata
usaha negara yang dikeluarkan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain
yang bersifat hukum pidana.
e. Keputusan tata
usaha negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Keputusan tata
usaha negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia.
g. Keputusan Komisi
Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan umum.
2.
Pasal 49, Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
sengketa tata usaha negara tertentu dalam hal keputusan tata usaha negara yang
disengketakan itu dikeluarkan :
a. Dalam waktu
perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam atau keadaan luar biasa yang
membahayakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Dalam keadaan
mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2)
Pembatasan Tidak Langsung
Pembatasan
tidak langsung adalah pembatasan atas kompetensi absolut yang masih membuka
kemungkinan bagi PT.TUN untuk memeriksa dan memutus sengketa administrasi,
dengan ketentuan bahwa seluruh upaya administratif yang tersedia untuk itu
telah ditempuh.
Pembatasan tidak langsung
ini terdapat di dalam Pasal 48 UU No. 9 Tahun 2004 yang menyebutkan,
(1) Dalam hal
suatu Badan atau Pejabat tata usaha negara diberi wewenang oleh atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara
administratif sengketa tata usaha negara tersebut harus diselesaikan melalui
upaya administratif yang tersedia.
(2) Pengadilan
baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya adminisratif yang
bersangkutan telah digunakan.
(3) Pembatasan
langsung bersifat sementara
Pembatasan ini
bersifat langsung yang tidak ada kemungkinan sama sekali bagi PTUN untuk
mengadilinya, namun sifatnya sementara dan satu kali (einmalig).
Terdapat dalam Bab VI Ketentuan Peralihan Pasal 142 ayat (1) UU No. 5 Tahun
1986 yang secara langsung mengatur masalah ini menentukan bahwa, “ Sengketa
tata usaha negara yang pada saat terbentuknya Pengadilan menurut UU ini belum
diputus oleh Pengadilan menurut UU ini belum diputus oleh Pengadilan di
lingkungan Peradilan Umum tetap diperiksa dan diputus oleh Pengadilan di
lingkungan Peradilan Umum”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar