Rabu, 06 Mei 2015

Makalah Masyarakat Afrika Selatan Dan Politik Apartheid



BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Afrika Selatan atau Uni Afrika Selatan adalah sebuah negara di Afrikabagian selatan. Afrika Selatan bertetangga dengan Namibia, Botswana danZimbabwe di utara, Mozambik dan Swaziland di timur laut. Keseluruhan negaraLesotho terletak di pedalaman Afrika Selatan. Pada masa dahulu, pemerintahan negara ini dikecam karena politik‘apartheid’nya tetapi sekarang Afrika Selatan adalah sebuah negara demokratisdengan penduduk kulit putih terbesar di benua Afrika. Afrika Selatan jugamerupakan negara dengan berbagai macam bangsa dan mempunyai 11 bahasaresmi. Negara ini juga terkenal sebagai produsen berlian, emas dan platinumyang utama di dunia. Mendengar kata Afrika Selatan pasti tak pernah lepas dari “apartheid dan Nelson Mandela”. Negara yang memiliki 11 bahasa resmi termasuk di dalamnya bahasa English, Afrikaans, Sesotho, Setswana, Xhosa dan Zulu ini hingga sampai pada tahun 1994 masih didominasi oleh kekuatan superior kulit putih, meski pada saat itu Mandela telah menjabat sebagai presiden berkulit hitam pertama di sana. Pemerintahan kulit putih yang dalam hal ini terlalu bertindak dengan melihat seseorang itu dari ras apa. Meski negara ini merupakan negara yang tak lepas dari masalah, namun negara ini juga telah sukses mengadakan tiga kali pemilihan umum tentunya semenjak pemerintahan tak lagi didominasi oleh kulit putih tentunya. Kekuatan yang mendasari dari benua Afrika juga tak lepas dari perekonomian di negara ini. Lihat saja melalui sumber daya alam yang terdapat di negara ini, ada emas yang menjadi kebanggaannya, ada juga berlian, mineral, platinum dsb. Negara Afrika Selatan terbagi menjadi 9 provinsi (Cape Timur,Barat, Utara, Free State, Gauteng, KwaZulu-Natal, Limpopo, Mpumalanga, North-West). Meski negara ini beribukotakan Pretoria, namun terdapat tiga pemerintahan yang menjadi pusatnya. Pretoria, Cape Town, dan Bloemfontein. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana sejarah dari negara Afrika Selatan itu sendiri ? 2. Bagaimana negara Afrika Selatan dibawah politik Apartheid ? 3. Bagaimana hubungan antara Indonesia dengan Afrika Selatan ?





BAB II PEMBAHASAN
A.    Sejarah Afrika Selatan
Afrika Selatan merupakan salah satu negara tertua di benua Afrika. Banyak sukutelah menjadi penghuninya termasuk suku Khoi, Bushmen, Xhosa dan Zulu.Penjelajah Belanda yang dikenal sebagai Afrikaner tiba disana pada 1652. Padasaat itu Inggris juga berminat dengan negara ini, terutama setelah penemuancadangan berlian yang melimpah. Hal ini menyebabkan Perang Inggris-Belandadan dua Perang Boer. Pada 1910, empat republik utama digabung di bawahKesatuan Afrika Selatan. Pada 1931, Afrika Selatan menjadi jajahan Inggris sepenuhnya.Walaupun negara ini berada di bawah jajahan Inggris, mereka terpaksa berbagikuasa dengan pihak Afrikaner. Pembagian kuasa ini telah berlanjut hingga tahun1940-an, saat partai pro-Afrikaner yaitu Partai Nasional (NP) memperolehmayoritas di parlemen. Strategi-strategi partai tersebut telah menciptakan dasarapartheid (yang disahkan pada tahun 1948), suatu cara untuk mengawal sistemekonomi dan sosial negara dengan dominasi kulit putih dan diskriminasi ras.Namun demikian pemerintahan Inggris kerap kali menggagalkan usahaapartheid yang menyeluruh di Afrika Selatan.Pada tahun 1961, setelah pemilu khusus kaum kulit putih, Afrika Selatandideklarasikan sebagai sebuah republik. Bermula pada 1960-an, ‘GrandApartheid’ (apartheid besar) dilaksanakan, politik ini menekankan pengasinganwilayah dan kezaliman pihak polisi. Penindasan kaum kulit hitam terus berlanjut sehingga akhir abad ke-20. PadaFebruari 1990, akibat dorongan dari bangsa lain dan tentangan hebat dariberbagai gerakan anti-apartheid khususnya Kongres Nasional Afrika (ANC),pemerintahan Partai Nasional di bawah pimpinan Presiden F.W. de Klerk menarikbalik larangan terhadap Kongres Nasional Afrika dan partai-partai politikberhaluan kiri yang lain dan membebaskan Nelson Mandela dari penjara.Undang-undang apartheid mulai dihapus secara perlahan-lahan dan pemilutanpa diskriminasi yang pertama diadakan pada tahun 1994. Partai ANC meraihkemenangan yang besar dan Nelson Mandela, dilantik sebagai Presiden kulithitam yang pertama di Afrika Selatan. Walaupun kekuasaan sudah berada ditangan kaum kulit hitam, berjuta-juta penduduknya masih hidup dalamkemiskinan.Sewaktu Nelson Mandela menjadi presiden negara ini selama 5 tahun,pemerintahannya telah berjanji untuk melaksanakan perubahan terutamanyadalam isu-isu yang telah diabaikan semasa era apartheid. Beberapa isu-isu yangditangani oleh pemerintahan pimpinan ANC adalah seperti pengangguran,wabah AIDS, kekurangan perumahan dan pangan. Pemerintahan Mandela jugamula memperkenalkan kembali Afrika Selatan kepada ekonomi global setelahbeberapa tahun diasingkankan karena politik apartheid. Di samping itu, dalamusaha mereka untuk menyatukan rakyat pemerintah juga membuat sebuahkomite yang dikenal dengan Truth and Reconciliation Committee (TRC) dibawahpimpinan Uskup Desmond Tutu. Komite ini berperan untuk memantau badan-badan pemerintah seperti badan polisi agar masyarakat Afrika Selatan dapathidup dalam aman dan harmonis.Presiden Mandela menumpukan seluruh perhatiannya terhadap perdamaian ditahap nasional, dan mencoba untuk membina suatu jatidiri untuk Afrika Selatandalam masyarakat majemuk yang terpisah oleh konflik yang berlarut-larutselama beberapa dasawarsa. Kemampuan Mandela dalam mencapai objektifnya jelas terbukti karena selepas 1994 negara ini telah bebas dari konflik politik.Nelson Mandela meletakkan jabatannya sebagai presiden partai ANC padaDesember 1997, untuk memberi kesempatan kepada Presiden yang baru yaitu Thabo Mbeki. Mbeki dipilih sebagai presiden Afrika Selatan selepas memenangipemilu nasional pada tahun 1999, dan partainya menang tipis dua pertigamayoritas di parlemen. Presiden Mbeki telah mengalihkan fokus pemerintahandari pendamaian ke perubahan, terutama dari segi ekonomi negara. B. Afrika Selatan dibawah politik Apartheid Apharteid berasal dari bahasa Belanda yang artinya pemisahan. Pemisahan disini berarti pemisahan orang-orang Belanda (kulit putih) dengan penduduk asli Afrika (kulit hitam).Apharteid kemudian berkembang menjadi suatu kebijakan politik dan menjadi politik resmi pemerintah Afrika Selatan yang terdiri dari program-program dan pertaruran-peraturan yang bertujuan untuk melestarikanpemisahan rasial. Secara struktual, Apartheid berarti kebijaksanaan mempertahankan dominasi minoritas kulit putih atas mayoritas bukan kulit putih melalui pengaturan masyarakat di bidang social, budaya, politik, militer dan ekonomi. Kebijakan ini berlaku th1948. Pada saat itu Afrika Selatan dibagi menjadi 4 golras utama yaitu kulit putih, kulit hitam, kulit berwarna, kulit Asia. Masalah Apartheid berawal dari pendudukan yang dlakukanoleh bangsa Eropa di Afrika. Bangsa Eropa yang pertama kali datang ke Afrika Selatan adalah bangsa Belanda. Bangsa Belanda datang ke Afrika Selatan dipimpin oleh Jan Anthony van Riebeeck. Kedatangan Belanda ini mnimbulkan masalah dalam kehidupan masyarakat Afrika Selatan. Daerah Afrika Selatan selain tanahnya subur juga memiliki hasil penambangan emas. Derah itu pada awalnya dikuasai oleh bangsa Portugis, tetapi sejak abad ke-7 diambil alih oleh bangsa Belanda. Sejak itu daerah Afrika Selatan menjadi koloni Belanda dan banyak orang-orang Belanda yang datang dan menetap di daerah itu. Pada tahun 1812 orang-orang Inggris juga datang di Afrika Selatan dan berhasil mendesak orang-orang Belanda (Boer). Setelah terlibat dalam perang hebat (perang Boer) bangsa Belanda mengalami kekalahan, sehingga Afrika Selatan kemudian dibagi dua. Afrika Selatan bagian utara diduduki oleh Bangsa Boer, sedangkan bagian selatannya diduduki oleh Inggris. Di bagian selatan, Inggris mendirikan Natal dan Cape Town sebagai daerah koloni mereka, sedangkan di bagian utara berdiri dua negara, yaitu Oranye Vrijstaat dan Transvaal oleh Bangsa Boer. Walaupun masing-masing telah memiliki bagian, peperangan masih saja terus berlangsung. Hingga tahun 1910 Inggris berhasil mempersatukan seluruh Afrika Selatan dalam satu Uni Afrika Selatan menjadi Republik dengan presidennya Hendrik Verwoed. Di masa pemerintahannya ia bermaksud untuk memisahkan golongan minoritas kulit putih dengan golongan mayoritas kulit hitam. Kebijakan Verwoed inilah yang kemudian berkembang menjadi semacam diskriminasi rasial atau perbedaan warna kulit yang kemudian dikenal dengan nama Apartheid. Memperhatikan makna dari arti Apartheid itu kedengarannya baik yaitu tiap golongan masyarakat, baik golongan kulit putih maupun golongan kulit hitam harus sama-sama berkembang. Tapi perkembangan itu didasarkan pada tingkatan sosial dalam masyarakat yang pada prakteknya menjurus pada pemisahan warna kulit dan terjadinya penistaan dari kaum penguasa kulit putih terhadap rakyat kulit hitam. Verwoed menyusun rencana pembentukan homeland, yang disebut juga Batustan. Homeland dilaksanakan dengan diadakannya pembagian kembali Afrika Selatan berdasarkan wilayah kesukuan. Tiap orang kulit hitam Afrika Selatan diharuskan menjadi warga negara salah satu homeland atas dasar tempat lahirnya. Untuk memantapkan proyek homeland dikeluarkan bantuan biaya untuk perangsang termasuk perangsang untuk pemasukan modal dari luar untuk homeland. Kemajuan-kemajuan kecil tampak dari proyek itu. Partai Nasional memenangkan pemilihan umum dengan program Politik Apartheid. Kontak antara ras yang dapat membahayakan kemurnian ras dibatasi. Segregasi atau pemisahan dan perkembangan terpisah tidak hanya berlaku untuk golongan rasial yang penting, tetapi juga untuk kelompok-kelompok yang lebih kecil. Kemenangan Partai Nasional bukan suatu kebetulan, melainkan merupakan hasil situasi Afrika Selatan itu sendiri. Setelah berkuasa, Partai Nasional bergerak secara sistematis untuk memperkuat kedudukannya dalam parlemen dan memperluas kedudukannya di luar parlemen. Pergerakan Politik Afrika Selatan dalam Menentang Politik Apartheid. Setelah partai nasional berkuasa di Afrika Selatan secara sistematis dilembagakan dan dituangkan dalam undang-undang sehingga orang kulit putih menguasai rakyat pribumi dan secara berangsur-angsur merampok dan mengurangi hak-haknya. Orang kulit hitam menolak klaim kulit putih bahwa secara kodrat orang kulit putih memiliki keunggulan dan hak untuk memimpin. Dengan adanya orang-orang kulit hitam menerima pendidikan Barat maka mereka mulai mengambil langkah-langkah membentuk gerakan politik. South Afrika Native National Conference dan APO mengirimkan delegasinya ke London untuk mengajukan protes, tetapi gagal. Sebagai reaksi, lahirlah South African National (SANC) pada tahun 1912 kemudian namanya diubah menjadi ANC (African National Congress). Sasarannya terbatas pada usaha agar golongan elit Afrika Selatan diterima secara sosial dan politik dalam masyarakat yang dikuasai oleh orang kulit putih. Perjuangan mereka untuk mencapai sasaran adalah lewat jalan konstitusional. Perjuangan ANC berubah setelah pemerintah Afrika Selatan mengeluarkan National Land Act yang isinya :”orang kulit hitam dilarang membeli tanah atau hidup di wilayah orang kulit putih sebagai penyewa atau penggarap bagi hasil”. Pada tahun 1919 – 1920, ANC melancarkan kampanye menentang peraturan-peraturan kewajiban orang kulit hitam membawa pas. ANC mengalami kemunduran setelah pemerintah Afrika Selatan mengambil tindakan keras dan tegas. Untuk sementara peranannya diambil alih oleh ICU (Industrial and Commercial Union) yang didirikan pada tahun 1919. ANC memperluas keanggotaannya dan akhirnya berkembang menjadi organisasi massa. Pada tahun 1952, orang kulit hitam, kulit berwarna serta sejumlah orang kulit putih melancarkan suatu perlawanan pasif. Situasi seperti ini terjadi pada tahun 1970 dan kejadian serupa sering terjadi dalam perjuangan tanpa kekerasan yang dilakukan oleh ANC. Pada tahun 1955, kelompok-kelompok yang menentang politik Apartheid mengadakan pertemuan di Capetown untuk menggariskan dasar-dasar bagi Afrika Selatan yang demokratis dan non rasial. Pada tahun 1956 sebanyak 156 orang pemimpin ditangkap karena dituduh berkomplot akan menggulingkan pemerintah. Proses ini terjadi berlarut-larut hingga akhirnya mereka dibebaskan pada tahun 1961. sementara ANC kehilangan pemimpin-pemimpinnya, sejumlah anggotanya memisahkan diri dan mendirikan Pan Africanist Congress (PAC). Pada tahun 1960 PAC melancarkan kampanye anti kebijakan pemerintah. Dalam peristiwa itu sebanyak 69 orang tewas ditembak oleh polisi di Sharpeville. Gerakan ANC dan PAC akhirnya dilarang setelah peristiwa itu. Pembantaian di Sharpeville dan adanya larangan organisasi-organisasi politik di kalangan orang kulit hitam merupakan titik balik dalam sejarah pembebasan Afrika Selatan. Akhirnya diputuskan bahwa dengan jalan damai tidak bisa maka ditempuh jalan kekerasan. Pada tahun 1961 – 1962, aktivis orang kulit hitam mendirikan organisasi Umkhonto We Sizwe dan Poso dengan mengadakan sabotase terhadap milik orang kulit putih. Menjelang akhir tahun 1973, pemimpin-pemimpin Bantustan mengadakan pertemuan untuk membentuk federasi negeri-negeri Bantu dan mengutuk diskriminasi rasial di Afrika Selatan. Pada tahun 1974, para pemuka federasi mengadakan pertemuan dengan PM Vorster. Pada pertemuan itu, PM Vorster maupun federasi akan meminta tambahan wilayah bagi negara Bantu. PM Vorster menolak usulan agar diselenggarakan suatu konvensi multirasial guna menyusun suatu konstitusi baru dan dia tidak akan mengikutsertakan orang kulit hitam dalam kekuasaan negara. Tekanan-tekanan semakin meningkat sejak bulan Juni 1976 ketika ±10.000 pelajar melancarkan demontrasi protes di Soweto yang berkembang menjadi huru hara di kota-kota orang kulit hitam dekat Johanessburg dan Pretoria. Ratusan orang tewas dan lebih seribu orang mengalami luka-luka. Terbunuhnya Steve Biko pimpinan Black Consciousness dalam tahanan merupakan puncak tekanan pemerintah Afrika Selatan. Pada tanggal 1 April 1960 Dewan Keamanan PBB (DK) berseru kepada Afrika Selatan agar mengambil tindakan untuk mewujudkan harmoni rasialatas dasar persamaan dan melepaskan kebijaksanaan-kebijaksanaan Apartheid dan diskriminasi rasial. Pada tanggal 7 Agustus 1963 DK mengulangi seruannya sambil menghimbau kepada semua negara agar menghentikan penjualan senjata dan perlengkapan militer kepada Afrika Selatan. Pada tanggal 4 Desember 1963, DK mengutuk sikap acuh tak acuh pemerintah Afrika Selatan dan mengulangi kembali seruannya kepada semua negara agar menggunakan embargo senjata. Sehubungan dengan jatuhnya banyak korban ketika pasukan Afrika Selatan melepaskan tembakan terhadap demonstran yang menentang diskriminasi sosial (16 Juni 1976) pada tanggal 14 Juni 1976 DK mengutuk keras pemerintah Afrika Selatan. Mereka mengatakan bahwa Apartheid adalah suatu kejahatan, mengganggu perdamaian dan keamanan international serta mengakui sahnya perjuangan rakyat Afrika Selatan dalam melenyapkan Apartheid. C. Hubungan Indonesia dengan Afrika Selatan Hubungan politik antara Indonesia dan Afrika Selatan terjalin lama sejak sebelum pembukaan hubungan diplomatik. Indonesia mendukung the African National Congress (ANC) pada masa perjuangan melawan Apartheid, dan menjaga posisi ini terus menerus serta memberikan sanksi terhadap rejim Apartheid. Hubungan bilateral antara the ANC dan Indonesia memberikan sebuah platform bagi negara – negara di Asia untuk berjuang melawan Apartheid. Republik Afrika Selatan dan Republik Indonesia membuka hubungan diplomatik pada bulan Agustus 1994. Kedutaan Republik Afrika Selatan didirikan pada bulan Januari 1995 di Jakarta. Afrika Selatan dan Indonesia adalah anggota Gerakan Non-Blok yang aktif, dan telah bekerja sama dengan erat dalam meningkatakan prinsip – prinsip kerjasama Selatan – Selatan. Kedua negara telah memainkan peranan penting dalam meningkatkan peranan Selatan dan meningkatkan dialog Utara – Selatan. Suatu hal yang patut digarisbawahi adalah pada saat Indonesia menjadi tuan rumah Konperensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955, Indonesia mengundang the ANC sebagai wakil dari Afrika Selatan untuk konperensi ini. Perjanjian Komisi Bersama ditandatangani pada bulan Maret 2004 untuk memastikan pendekatan yang lebih terkoordinasi dalam mencapai kepentingan bilateral yang sama antara Afrika Selatan dan Indonesia. Afrika Selatan dan Indonesia bekerjasama dalam menkoordinasikan kegiatan – kegiatan New Asia-Africa Strategic Partnership (NAASP) / Kemitraan Strategis Asia – Afrika Baru. Kedua negara juga memiliki mandat untuk menjadi co-chair Pertemuan Asia – Afrika mendatang yang dijadualkan akan diselenggarakan di Afrika Selatan pada tahun 2010. Tanggungjawab sebagai tuan rumah bersama memberikan platform yang lain untuk hubungan dan pemahamam yang lebih dekat antara kedua negara. Pada tahun 2008, Presiden melakukan kunjungan kenegaraan ke Afrika Selatan dengan menandatangani Strategic Partnership Joint Declaration (Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis) yang memiliki arti penting untuk meningkatkan hubungan kedua negara yang telah lama terjalin menuju ke tingkat yang baru.

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada tahun 1910, Kesatuan Afrika Selatan didirikan dari empat daerah yaitu Cape, Natal, Transvaal dan Free State. Kesatuan ini adalah lebih kepada kesatuan kaum kulit putih dari segi hak dan kuasa politik. Manakala, penduduk kulit hitam dikesampingkan. Akibatnya, kaum kulit hitam menentang kesatuan ini. Walaupun terdapat penentangan yang hebat terhadap kerajaan berbentuk perkauman, Akta Tanah Pribumi (Natives Land Act) digubal pada tahun 1913. Akta ini menetapkan kawasan-kawasan penempatan yang dipanggil "homeland" yang dapat diduduki oleh kaum kulit hitam. Penempatan ini hanya merangkumi 13% kawasan di seluruh Afrika Selatan. Selain itu, lebih banyak akta diskriminasi digubal, seperti pemberian kerja yang memihak kepada kaum kulit putih. Pada 1930 an, diskriminasi perkauman menjadi semakin teruk akibat kebangkitan semangat nasionalisme di kalangan bangsa Afrikaner. Gabungan ini berhasil menyatukan suku Afrikaner dan Inggris. Namun, perkongsian kuasa ini berakhir pada 1939 sewaktu Perang Dunia II meletus. Perpecahan ini berlaku kerana kesatuan tersebut menyokong pihak Inggris, manakala suku berhaluan kanan Partai Kebangsaan, bersimpati pula dengan regim Nazi di Jerman. Nelson Mandela tidak pernah lelah memperjuangkan demokrasi dan persamaan hak. Hidupnya telah menjadi inspirasi di Afrika Selatan dan seluruh dunia. Semua berawal dari mimpi Mandela dimana dia akan menciptakan kebebasan bagi orang-orang kulit hitam yang menderita akibat kekejaman politik apartheid. Politik apartheid dicanangkan oleh Partai Nasional yang saat itu berkuasa mulai 1984. Tapi mereka pula yang meruntuhkannya setelah mendapat desakan dari dunia internasional. Dan, yang terutama atas desakan dari bawah, para pejuang yang dimotori Mandela.Dan usahanya bertahun-tahun itu berhasil.


DAFTAR PUSTAKA
Marquard, Leo. 1968. A Short History of South Africa. New York: Frederick A. Praeger (Pusat: 968 MAR s). Rivkin, Arnold. 1969. Nation Building in Africa: Problems & Prospect. New Jersey: Rutgers University Press (Pusat: 960 RIV n). Soepartignyo. 1993. Sejarah Afrika: Tinjauan Umum dan Dilema Perjuangan. Malang: OPF IKIP Malang.

Make Money at : http://bit.ly/copy_win











Makalah Masyarakat Afrika Selatan Dan Politik Apartheid
Date February 19, 2011 Author By Miss Nesaci Category Catatan Harian
Masyarakat Afrika Selatan
Penduduk Afrika Selatan terdiri atas kurang lebih 5 juta kulit putih dan 23 juta kulit hitam. Penduduk kulit putih terdiri atas dua golongan, ialah sekitar 3 juta kulit putih yang menyebut dirinya Afrikaner, yaitu mereka yang menganggap cikal bakal atau pelopor bangsa kulit putih di Afrika Selatan. Mereka adalah orang-orang Boer. Dua juta penduduk kulit putih lainnya ialah orang-orang Inggris, Itali dan lain sebagainya.
Bahasa yang dipergunakan oleh golongan putih pada umumnya bahasa Inggris. Golongan Afrikaner berbahasa Belanda, khas Afrika Selatan.
Golongan Afrikaner ini pun terdiri atas dua kelompok, yaitu Afrikaner yang bercampur dengan orang-orang Inggris dan Afrikaner yang terpisah dari pergaulan itu. Afrikaner yang bercampur dengan Inggris, berkembang maju dengan mendapat kedudukan-kedudukan baik, sedangkan Afrikaner yang terpisah, hidupnya kurang mendapat perhatian. Mereka merupakan golongan yang statusnya kurang menentu di antara penguasa kulit putih dan rakyat kulit hitam. Oleh penguasa, golongan tersebut terabaikan. Bergabung dengan kulit hitam suatu hal yang tidak mungkin.
MASALAH APARTHEID
Perang Boer dan Berlakunya Sistem Apartheid di Afrika Selatan
Daerah Afrika Selatan selain tanahnya subur juga memiliki hasil penambangan emas. Derah itu pada awalnya dikuasai oleh bangsa Portugis, tetapi sejak abad ke-7 diambil alih oleh bangsa Belanda. Sejak itu daerah Afrika Selatan menjadi koloni Belanda dan banyak orang-orang Belanda yang datang dan menetap di daerah itu. Pada tahun 1812 orang-orang Inggris juga datang di Afrika Selatan dan berhasil mendesak orang-orang Belanda (Boer). Setelah terlibat dalam perang hebat (perang Boer) bangsa Belanda mengalami kekalahan, sehingga Afrika Selatan kemudian dibagi dua. Afrika Selatan bagian utara diduduki oleh Bangsa Boer, sedangkan bagian selatannya diduduki oleh Inggris. Di bagian selatan, Inggris mendirikan Natal dan Cape Town sebagai daerah koloni mereka, sedangkan di bagian utara berdiri dua negara, yaitu Oranye Vrijstaat dan Transvaal oleh Bangsa Boer.
Walaupun masing-masing telah memiliki bagian, peperangan masih saja terus berlangsung. Hingga tahun 1910 Inggris berhasil mempersatukan seluruh Afrika Selatan dalam satu Uni Afrika Selatan menjadi Republik dengan presidennya Hendrik Verwoed. Di masa pemerintahannya ia bermaksud untuk memisahkan golongan minoritas kulit putih dengan golongan mayoritas kulit hitam. Kebijakan Verwoed inilah yang kemudian berkembang menjadi semacam diskriminasi rasial atau perbedaan warna kulit yang kemudian dikenal dengan nama Apartheid.
Sebelum dilaksanakan politik Apartheid sebenarnya telah lama dilakukan hal-hal yang merupakan gejala Apartheid, antara lain :
  1. Native Land Act (Undang-undang Pertanahan Pribumi) tahun 1913 yang melarang kulit hitam membeli tanah di luar daerah yang sudah disediakan bagi mereka
  2. Undang-undang Imoraitas tahun 1927 yang melarang terjadinya perkawinan campuran antara kulit putih dengan kulit hitam atau kulit berwarna lainnya.
Pengganti Verwoed adalah Pieter Botha pada tahun 1976 ia mengumumkan bahwa homeland-homeland yang dibentuk dimaksudkan untuk menjadi negara bagian yang otonom. Namun siapa pun dapat memahami dengan mudah bahwa politik Apartheid yang mengadakan pemisah pembangunan daerah-daerah pemukiman dimaksud untuk memecah belah persatuan dan kesatuan Afrika Selatan, sekaligus mengamankan pemerintahan minoritas bangsa kulit putih di daerah itu.
Orang-orang kulit hitam yang semula tidak mengerti bahwa kebijakan pemerintahannya, lambat laun mengerti bahwa tujuan sebenarnya adalah diskriminasi rasial (perbedaan warna kulit). Oleh karena itu mereka bangkit mengadakan perlawanan, tetapi pemerintaha Pieter Botha dengan kejam menumpas setiap perlawanan yang terjadi. Banyak tokoh-tokoh kulit hitam yang dijebloskan dalam penjara, seperti tokoh kharismatik Nelson Mandela yang terpaksa mendekam dalam penjara selama 27 tahun.
Selain perlawanan bersenjata, usaha-usaha mengakhiri politik Apartheid juga dilakukan melalui perjuangan politik. Partai-partai yang terkenal antara lain Partai Konggres (ANC) pimpinan Nelson Mandela dan Inkatha Freedom Party pimpinan Mongosuthu Buthulesi. Salah seorang tokoh pergerakan Afrika Selatan yang juga sangat terkenal adalah Uskup Agung Desmond Tutu. Perjuangan rakyat Afrika Selatan yang tidak mengenal lelah akhir membawa hasil.
Timbulnya Gejala-gejala Ras-Diskriminasi
Orang-orang Belanda dari kaum Kristen Kalvinis yang pertama-tama datang di Afrika Selatan telah memandang penduduk pribumi kulit hitam dengan pandangan yang rendah. Penduduk pribumi itu dipandang sebagai bangsa biadab, primitif dan dianggap sebagai keturunan putra-putra Ham (anak kedua Nabi Nuh) yang dikutuk oleh Tuhan untuk jadi budak. Pandangan itu yang menyebabkan terjadinya perbudakan atas bangsa kulit hitam oleh penduduk kulit putih.
Perbudakan di Afrika Selatan mengikuti usaha cari keuntungan yang besar dengan dibukanya tambang-tambang intan dan emas. Dengan berlakunya sistem perbudakan, maka memudahkan diperoleh pekerja-pekerja yang amat murah. Tempat tinggal mereka tidak boleh berbaur dengan tempat kulit putih.
Daerah untuk kulit hitam disediakan khusus yang jauh terpisah dan berpagar rapat. Untuk keluar masuk pemukiman diwajibkan mempunyai surat pas. Dengan sistem itu, maka penguasaan atas persediaan tenaga kerja akan terjamin.
Sampai pada abad ke-19 pemukiman kulit hitam masih bercampur dengan daerah kulit putih, tapi pada permulaan abad ke-20 mereka digiring ke daerah pinggiran. Penduduk peranakan dan keturunan India juga termasuk bangsa yang diusir dari kota.
Sebuah perkampungan kulit hitam yang besar ialah perkampungan Soweto di sekitar Johannesrburg. Sejauh mata memandang yang tampak hanya kompleks pemukiman yang amat luas dengan rumah-rumah primitif yang kotor. Demikian pandang Kennedy, senator Amerika Serikat yang mengunjungi Afrika Selatan. Rumah-rumah itu tidak disediakan pemerintahan dengan cuma-cuma, tetapi ditarik sewa yang amat tinggi, sementara upah para buruh amat rendah.
Pada tahun 1913 penguasa kulit putih mengeluarkan undang-undang pertanahan pribumi (Native Land Act) yang melarang kulit hitam membeli tanah di luar daerah yang telah disediakan untuk mereka. Pada tahun 1927 dikeluarkan kembali undang-undang Imoralitas yang melarang hubungan seks antara kulit putih dan kulit hitam. Perkawinan campuran antara kulit putih dan kulit hitam atau kulit berwarna lainnya dilarang keras.
Politik Apartheid dirancang oleh Hendrik Verwoed. Apartheid menurut bahasa resmi Afrika Selatan adalah Aparte Ontwikkeling artinya perkembangan yang terpisah.
Memperhatikan makna dari arti Apartheid itu kedengarannya baik yaitu tiap golongan masyarakat, baik golongan kulit putih maupun golongan kulit hitam harus sama-sama berkembang. Tapi perkembangan itu didasarkan pada tingkatan sosial dalam masyarakat yang pada prakteknya menjurus pada pemisahan warna kulit dan terjadinya penistaan dari kaum penguasa kulit putih terhadap rakyat kulit hitam.
Verwoed menyusun rencana pembentukan homeland, yang disebut juga Batustan. Homeland dilaksanakan dengan diadakannya pembagian kembali Afrika Selatan berdasarkan wilayah kesukuan.
Tiap orang kulit hitam Afrika Selatan diharuskan menjadi warga negara salah satu homeland atas dasar tempat lahirnya. Untuk memantapkan proyek homeland dikeluarkan bantuan biaya untuk perangsang termasuk perangsang untuk pemasukan modal dari luar untuk homeland. Kemajuan-kemajuan kecil tampak dari proyek itu.
Perkembangan Politik Apartheid di Afrika Selatan
Partai Nasional memenangkan pemilihan umum dengan program Politik Apartheid. Kontak antara ras yang dapat membahayakan kemurnian ras dibatasi. Segregasi atau pemisahan dan perkembangan terpisah tidak hanya berlaku untuk golongan rasial yang penting, tetapi juga untuk kelompok-kelompok yang lebih kecil.
Kemenangan Partai Nasional bukan suatu kebetulan, melainkan merupakan hasil situasi Afrika Selatan itu sendiri. Setelah berkuasa, Partai Nasional bergerak secara sistematis untuk memperkuat kedudukannya dalam parlemen dan memperluas kedudukannya di luar parlemen.
Dalam rangka hak-hak politik golongan kulit hitam, golongan kulit berwarna Asia yang telah terbatas dikurangi dan lambat laun dihapus. Di antara hak-hak itu adalah sebagai berikut :
  1. Pada tahun 1951 dikeluarkan Bantu Authorities Act yang menghapuskan DPR Pribumi dan sebagai gantinya ditetapkan pembentukan pemerintahan suku.
  2. Orang kulit hitam tidak boleh tinggal di daerah perkotaan kulit putih selama lebih dari 72 jam.
  3. Pada tahun 1945 dikeluarkan Native Land Act yang melarang orang kulit hitam memiliki atau membeli tanah di daerah perkotaan.
  4. Segregasi pendidikan dilaksanakan dengan Bantu Educationa Act pada tahun 1953.
Dia antara proyek Bantustan yang dianggap berhasil di Afrika Selatan adalah pemberian kemerdekaan kepada Transkei pada tanggal 26 Oktober 1976. kemerdekaan ini disambut baik oleh rakyat dan pemerintah Transkei, tetapi mendapat tanggapan negatif dari negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat dan Inggris.
Pergerakan Politik Afrika Selatan dalam Menentang Politik Apartheid.
Setelah partai nasional berkuasa di Afrika Selatan secara sistematis dilembagakan dan dituangkan dalam undang-undang sehingga orang kulit putih menguasai rakyat pribumi dan secara berangsur-angsur merampok dan mengurangi hak-haknya. Orang kulit hitam menolak klaim kulit putih bahwa secara kodrat orang kulit putih memiliki keunggulan dan hak untuk memimpin.
Dengan adanya orang-orang kulit hitam menerima pendidikan Barat maka mereka mulai mengambil langkah-langkah membentuk gerakan politik. South Afrika Native National Conference dan APO mengirimkan delegasinya ke London untuk mengajukan protes, tetapi gagal. Sebagai reaksi, lahirlah South African National (SANC) pada tahun 1912 kemudian namanya diubah menjadi ANC (African National Congress). Sasarannya terbatas pada usaha agar golongan elit Afrika Selatan diterima secara sosial dan politik dalam masyarakat yang dikuasai oleh orang kulit putih. Perjuangan mereka untuk mencapai sasaran adalah lewat jalan konstitusional.
Perjuangan ANC berubah setelah pemerintah Afrika Selatan mengeluarkan National Land Act yang isinya :”orang kulit hitam dilarang membeli tanah atau hidup di wilayah orang kulit putih sebagai penyewa atau penggarap bagi hasil”. Pada tahun 1919 – 1920, ANC melancarkan kampanye menentang peraturan-peraturan kewajiban orang kulit hitam membawa pas. ANC mengalami kemunduran setelah pemerintah Afrika Selatan mengambil tindakan keras dan tegas. Untuk sementara peranannya diambil alih oleh ICU (Industrial and Commercial Union) yang didirikan pada tahun 1919. ANC memperluas keanggotaannya dan akhirnya berkembang menjadi organisasi massa.
Pada tahun 1952, orang kulit hitam, kulit berwarna serta sejumlah orang kulit putih melancarkan suatu perlawanan pasif. Situasi seperti ini terjadi pada tahun 1970 dan kejadian serupa sering terjadi dalam perjuangan tanpa kekerasan yang dilakukan oleh ANC.
Pada tahun 1955, kelompok-kelompok yang menentang politik Apartheid mengadakan pertemuan di Capetown untuk menggariskan dasar-dasar bagi Afrika Selatan yang demokratis dan non rasial. Pada tahun 1956 sebanyak 156 orang pemimpin ditangkap karena dituduh berkomplot akan menggulingkan pemerintah. Proses ini terjadi berlarut-larut hingga akhirnya mereka dibebaskan pada tahun 1961. sementara ANC kehilangan pemimpin-pemimpinnya, sejumlah anggotanya memisahkan diri dan mendirikan Pan Africanist Congress (PAC). Pada tahun 1960 PAC melancarkan kampanye anti kebijakan pemerintah. Dalam peristiwa itu sebanyak 69 orang tewas ditembak oleh polisi di Sharpeville. Gerakan ANC dan PAC akhirnya dilarang setelah peristiwa itu.
Pembantaian di Sharpeville dan adanya larangan organisasi-organisasi politik di kalangan orang kulit hitam merupakan titik balik dalam sejarah pembebasan Afrika Selatan. Akhirnya diputuskan bahwa dengan jalan damai tidak bisa maka ditempuh jalan kekerasan. Pada tahun 1961 – 1962, aktivis orang kulit hitam mendirikan organisasi Umkhonto We Sizwe dan Poso dengan mengadakan sabotase terhadap milik orang kulit putih. Menjelang akhir tahun 1973, pemimpin-pemimpin Bantustan mengadakan pertemuan untuk membentuk federasi negeri-negeri Bantu dan mengutuk diskriminasi rasial di Afrika Selatan.
Pada tahun 1974, para pemuka federasi mengadakan pertemuan dengan PM Vorster. Pada pertemuan itu, PM Vorster maupun federasi akan meminta tambahan wilayah bagi negara Bantu. PM Vorster menolak usulan agar diselenggarakan suatu konvensi multirasial guna menyusun suatu konstitusi baru dan dia tidak akan mengikutsertakan orang kulit hitam dalam kekuasaan negara.
Tekanan-tekanan semakin meningkat sejak bulan Juni 1976 ketika ±10.000 pelajar melancarkan demontrasi protes di Soweto yang berkembang menjadi huru hara di kota-kota orang kulit hitam dekat Johanessburg dan Pretoria. Ratusan orang tewas dan lebih seribu orang mengalami luka-luka. Terbunuhnya Steve Biko pimpinan Black Consciousness dalam tahanan merupakan puncak tekanan pemerintah Afrika Selatan.
Pada tanggal 1 April 1960 Dewan Keamanan PBB (DK) berseru kepada Afrika Selatan agar mengambil tindakan untuk mewujudkan harmoni rasialatas dasar persamaan dan melepaskan kebijaksanaan-kebijaksanaan Apartheid dan diskriminasi rasial. Pada tanggal 7 Agustus 1963 DK mengulangi seruannya sambil menghimbau kepada semua negara agar menghentikan penjualan senjata dan perlengkapan militer kepada Afrika Selatan. Pada tanggal 4 Desember 1963, DK mengutuk sikap acuh tak acuh pemerintah Afrika Selatan dan mengulangi kembali seruannya kepada semua negara agar menggunakan embargo senjata.
Sehubungan dengan jatuhnya banyak korban ketika pasukan Afrika Selatan melepaskan tembakan terhadap demonstran yang menentang diskriminasi sosial (16 Juni 1976) pada tanggal 14 Juni 1976 DK mengutuk keras pemerintah Afrika Selatan. Mereka mengatakan bahwa Apartheid adalah suatu kejahatan, mengganggu perdamaian dan keamanan international serta mengakui sahnya perjuangan rakyat Afrika Selatan dalam melenyapkan Apartheid.
Sikap Negara Barat
Negara-negara Barat yang menyatakan menjunjung tinggi persamaan hak dan kewajiban martabat semua orang tidak setuju dengan diskriminasi rasial dan politik Apartheid di Afrika Selatan, tetapi mereka tidak dapat berbuat sesuatu karena mempunyai banyak kepentingan. Mereka hanya mendukung resolusi-resolusi anti Apartheid.
Kepentingan negara-negara Barat terhadap Afrika Selatan antara lain sebagai berikut :
  • Afrika Selatan merupakan salah satu sumber utama bahan mentah yang dibutuhkan oleh industri dan kehidupan negara-negara tersebut.
  • Letak geografis Afrika Selatan mempunyai arti penting bagi strategi global negara-negara Barat, khususnya USA.
  • Afrika Selatan menguasai jalur pelayaran Tanjung Harapan yang merupakan urat nadi mereka.
  • Suplai minyak dan bahan-bahan mentah vital diangkut lewat jalur tersebut.
Kemenangan Mandela
Nelson Mandela adalah salah seorang dari banyak tokoh pejuang politik Afrika Selatan yang sempat menyaksikan dan merasakan puncak dari perjuangannya yakni pembebasan kaum kulit hitam Afrika Selatan dari penindasan kaum kulit putih. Kemenangannya dalam pemilihan demokratis dan miltirasial pertama kali sepanjang 340 tahun sejarah Afrika Selatan pada bulan Mei 1994 membawa perubahan besar bagi negeri itu.
Nama Nelson Mandela mulai menanjak ketika ia terpilih menjadi Sekjen ANC (African National Congress) pada tahun 1948 dan pada tahun 1952 menjadi Presiden Liga Pemuda. Sejak itu Mandela lebih banyak memainkan peranannya secara rahasia. Pada tahun 1961 sebagai Sekretariss Jenderal ANC, Mandela mengomandokan pemogokan selama tiga hari 29 – 31 Mei 1961. seruan pemogokan itu ditanggapi oleh pemerintah Apartheid sebagai suatu pelanggaran serius.
Pada bulan Desember 1962, ia dijatuhi 5 tahun penjara, dengan tuduhan meninggalkan negara secara ilegal. Mandela menjalani hukumannya di penjara Pretoria. Tidak beberapa lama tokoh-tokoh ANC lainnya juga ditangkap di markas ANC. Pada saat itu disita pula sejumlah dokumen rahasia, menyangkut ANC dan Tombak Bangsa. Mereka yang ditangkap yaitu Walter Sisulu, Govan Mbeki, Raymond Mhlaba, Ahmed Akthrada, Dennis Golberg dan Lionel Bernstein.
Mandela bersama-sama dengan keenam rekannya diperiksa dengan tuduhan melakukan sabotase bersengkongkol untuk menumbangkan pemerintah dan membantu unsur asing menyerang Afrika Selatan. Mereka akhirnya divonis dengan hukuman seumur hidup pada tanggal 12 Juni 1964 dan harus mendekam dalam penjara di Pulai Roben Cape Town. Pada tahun 1982 Mandela dipindahkan lagi ke penjara Pollsmor juga masih daerah Cape Town.
Selama di penjara itulah kampanye pembebasannya dilancarkan, baik di Afrikan Selatan sendiri maupun di luar Afrika Selatan. Aksi protes dan kampanye pembebasan Mandela semakin berkobar sejak tahun 1982, bahkan pada tahun 1988 ulang tahun ke-70 Nelson Mandela dirayakan oleh bangsa kulit hitam Afrika Selatan dengan menggelar konser musik selama 120 jam non stop dan disiarkan ke-50 negara. Akibat kampanye pembebasan tokoh ANC ini, makin banyak negara yang menekan pemerintah Apartheid Afrika Selatan baik secara politik maupun ekonomi.
Kampanye pembebasan itu membuat Mandela menjadi tokoh tahanan politik paling populer di dunia. Akibat tekanan yang bertubi-tubi pada bulan Juli 1989 Botha bertemu dengan presiden F.W. de Klerk pengganti Botha. Dari pertemuan-pertemuan itu pada bulan Februari 1990, de Klerk mengumumkan di depan parlemen bahwa pemerintahannya akan mencabut larangan bagi ANC, Partai Komunis Afrika Selatan (SACP) dan Pan Africanist Congress (PAC) menyusul diakhirinya politik Apartheid. Pada kesempatan itu de Klerk juga mengisyaratkan bahwa Mandela akan segera dibebaskan. Pembebasan tokoh kharismatik Afrika Selatan ini kemudian dilaksanakan sesuai dengan janjinya. Pada tanggal 11 Februari 1990 dari penjara Victor Verster, Mandela dibebaskan. Pembebasan itu sangat menarik perhatian dunia dan disambut oleh ratusan wartawan baik dari dalam maupun luar negeri.


















Tentang Apartheid (dalam kerangka ekonomi-politik).

OPINI | 13 March 2011 | 22:50 Description: Description: http://assets.kompasiana.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_baca.gifDibaca: 6450   Description: Description: http://assets.kompasiana.com/statics/kompasiana4.0/images/img_komen.gifKomentar: 0   Description: Description: http://assets.kompasiana.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_nilai.gif0
Abstraksi Sejarah
Apartheid berasal dari bahasa Afrika: apart memisah, heid berarti sistem atau hukum, jadi, makna dalam konteks sejarahnya adalah sebagai sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh pemerintah kulit putih di Afrika Selatan dari sekitar awal abad ke-20 hingga tahun 1990.
Hukum apartheid dicanangkan pertama kali di Afrika Selatan, yang pada tahun 1930-an dikuasai oleh dua bangsa kulit putih, koloni Inggris di Cape Town dan Namibia dan para Afrikaner Boer (Petani Afrika) yang mencari emas/keberuntungan di tanah kosong Arika Selatan bagian timur atau disebut Transvaal (sekarang kota Pretoria dan Johannesburg).
Setelah Perang Boer selesai, penemuan emas terjadi di beberapa daerah di Afrika Selatan, para penambang ini tiba-tiba menjadi sangat kaya, dan kemudian sepakat untuk mengakhiri perang di antara mereka, dan membentuk Persatuan Afrika Selatan.
Perdana Menteri Hendrik Verwoerd pada tahun 1950-an mulai mencanangkan sistem pemisahan di antara bangsa berkulit hitam, dan bangsa berkulit putih, yang sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 1913 yaitu “Land Act” dimana para bangsa kulit hitam tidak boleh memiliki tanah semeter pun di luar batas “Homeland” mereka, yang sangat kotor dan tidak terawat. Dari banyak sekali Homeland (bahasa Afrikaans:Tuisland) yang dibentuk/ dipisahkan dari Afrika Selatan yang “putih”. Empat menyatakan kemerdekaannya; yaitu negara yang dikelompokkan menjadi TBVC (Transkei, Bophutatswana, Venda, dan Ciskei) dari suku bahasanya.
Frederik Willem de Klerk adalah orang yang mengakhiri masa suram ini dengan pidato-pidatonya yang reformatif. Negara Republik Afrika Selatan setelahnya ini akan berdiri dengan pimpinan demokratis Nelson Mandela yang mempunyai nama alias “Rolitlatla” (Pengambil Ranting/pencari gara-gara).
Kerangka Ekonomi-Politik Sebagai Metode Analisa
Rasialisme yang semakin menguat pada masa itu di Afrika Selatan perlu dikaji bagian-bagaiannya lebih mendalam, agar, terdekteksi makna mendasar darimana awal kemunculan rasialisme yang imanen dalam masyarakat Afrika Selatan. Maka, kajian dalam kerangka ekonomi-politik harus dikedepankan untuk mengetahui dasar-dasar pemikiran yang muncul.
Sepanjang sejarah kehidupan manusia, mereka dibentuk oleh identitas yang kuat dari suku, agama, etnik atau kebangsaan. Akibatnya, malapetaka terbesar terjadi karena ada persaingan dan konflik dari komunitas-komunitas tersebut. Sehingga komunitas dibedakan berdasarkan kelas-kelas dengan cara mengeksploitasi kelas bawah dan kelas atas secara universal. Oleh Marx, kemunculan fragmentasi sosial yang terlalu banyak (seperti agama, politik, ekonomi) adalah akibat dari kesalahan menganalisa sejarah, sejarah yang terlepas dari relasi produksi. Dimana tatanan sosial-politik-budaya tersebut lahir dari dialektika basic dan suprastruktur yang diciptakan oleh kekuasaan pada tiap-tiap periodenya masing-masing. Maka, oleh Marx, segala hal ihwal yang terkait dengan fragmentasi sosial hanyalah cerminan dari corak produksi masyarakat, dimana Marx dengan berani menyederhanakan masyarakat dalam dua kelompok, yaitu, kelompok yang memiliki alat produksi dan kelompok yang tidak memiliki alat produksi.
Analisa Sosial
Konflik sosial yang terjadi tidak hanya muncul dari pertentangan antara kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lain secara horizontal dalam keudukannya sebagai warga Negara. Konflik sosial sering terjadi juga antara warga Negara dengan pemerintah yang berkuasa. Dalam hal ini pertentangan sosial antara kelas bawah dengan kelas atas—yang juga sebagai penguasa dalam pemerintahan—juga seringkali terjadi. Artinya adalah system pemerintahan yang dijalankan belum secara maksimal mampu meredam gejolak warga kelas terendah dalam lapisan masyarakat. Dalam masyarakat industrial saat ini menurut Karl Heinrich Marx, masyarakat terbagi menjadi klas-klas yang muncul akibat dari pertentangan antara klas pemilik alat produksi (borjuis/pemodal) dan klas yang tidak memiliki alat produksi (proletar/buruh) yang bekerja untuk menerima upah dari klas pemilik alat produksi. Menurut penulis, itulah alasan mengapa Marx menganggap bahwa “klas merupakan determinisme ekonomi”. Marx mengistilahkan klas borjuis dan klas buruh.

Dalam dasar-dasar filsafat Materialisme-Dialektika-Historis (MDH) klas antara buruh dan pemilik modal tersebut digolongkan lagi oleh Marx dalam klas fundamental dan non fundamental. Ada tiga asumsi dasar yang dipakai Marx dalam mengembangkan teori konflik miliknya. Pertama, organisasi ekonomi, khususnya kepemilikan kekayaan, diasumsikan sebagai struktur dasar (base-structure) yang menentukan bentuk-bentuk organisasi lainnya dalam sebuah masyarakat. Kedua, kekuatan-kekuatan yang menghasilkan konflik kelas revolusioner diasumsikan inheren dalam organisasi ekonomi. Ketiga, konflik bersifat bipolar, antara kelas yang dieksploitasi dan kelas penindas (buruh dan pemodal). Begitu juga dengan teori Weber yang lebih luas menganalisa tentang kelas sosiologis, bagi penulis tidak begitu mempermasalahkan pertentangan antara Karl Marx dan Weber, malahan dari kedua teori tersebut sebenarnya saling melengkapi jika pemikiran Karl Marx diteliti lebih jauh lagi terutama dalam dasar-dasar pemikiran filsafat Materialisme Dialektika Historis yang dipakainya sebagai landasan dan pisau analisa mengetahui pertentangn klas-klas dalam masyarakat. Max Weber mengatakan bahwa stratifikasi tidak hanya dibentuk oleh ekonomi melainkan juga prestige (status), dan power (kekuasaan/politik). Konflik muncul terutama dalam wilayah politik yang dalam kelompok sosial adalah kelompok-kelompok kekuasaan, seperti partai politik.
Medan Problematika
Dalam bagian permasalahan, Penulis mengangkat masalah mengenai politik Apartheid yang terjadi di Afrika Selatan. Alasan Penulis mengangkat permasalahan ini adalah karena substansi dari Apartheid itu menyangkut masalah ras dan kelas. Parahnya permasalahan politik Apartheid ini sampai pada masalah kemanusiaan, sehingga perlu perhatian seksama dari dunia internasional.
Permasalahan yang terjadi dalam politik Apartheid adalah manusia yang berkulit hitam, berbeda dengan manusia yang berkulit putih. Manusia yang berkulit hitam bernilai rendah dibandingkan manusia yang berkulit putih yang dinilai tinggi. Dampak dari pembedaan ini, muncul kelas-kelas dalam masyarakat Afrika Selatan, yaitu manusia kulit berwarna putih adalah mereka yang berada di kelas satu. Masyarakat ataupun manusia yang berkulit hitam adalah mereka yang berada di kelas dua.

Dari permasalahan kelas itulah terjadi sikap yang eksklusivisme dan diskriminatif. Seseorang yang berkulit hitam tidak mendapatkan hak pelayanan publik yang baik dibandingkan mereka yang berkulit putih. Parahnya lagi, mereka yang berkulit hitam dieksploitasi oleh mereka yang berkulit putih dalam memainkan roda produksi dan ekonomi.

Jika dikaitkan dengan tulisan John Cobb, hal ini persis terjadi dengan apa yang terjadi dengan masyarakat yang ada di Amerika. Selain permasalahan suku Indian yang asli penghuni Amerika yang ditindas, permasalahan warna kulit juga menjadi hal yang serius terjadi di negara adi daya ini. Sama seperti politik Apartheid di Afrika Selatan, permasalahan warna kulit di Amerika menganggap bahwa kulit putih lebih tinggi hak dan martabatnya dibandingkan mereka yang berkulit gelap. Dari hal itu muncul persitegangan antara mereka yang Amerika berkulit hitam dengan Amerika yang berkulit putih. Pertanyaan yang dapat ditanyakan bagi mereka yang berkulit hitam adalah Apa yang dimaksudkan dengan masyarakat Amerika; sedangkan bagi mereka yang berkulit putih adalah bagaimana ide tentang ras terbentuk dalam sejarah Amerika?

Menurut Cobb, perkembangan kolonialisme serta imperialisme bangasa Eropa, berdampak pada perbedaan secara fisik atau warna kulit. Selain terkait dengan masalah rasis, masalah yang terjadi di Amerika juga berhubungan dengan masalah kelas. Eksploitasi dalam bidang tenaga kerja terjadi, sehingga yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. John Cobb melihat bahwa pekerja yang dibayar setengah waktu dibayar di bawah upah minimum. Akibatnya mereka ingin dibayar penuh, agar kebutuhan hidup mereka dapat disesuaikan dengan upah minimum yang mereka peroleh. Ini berarti, terjadi konstruksi sosial dalam masyarakat. Namun demikian, ini tidak murni berasal dari konstruksi sosial. Sebagian berasal dari konstruksi ekonomi, yang didasarkan dari ketidakpastian nyata dari kehidupan ekonomi dan politik dalam kehidupan bermasyarakat.
Ada dua kebijakan umum dari pemerintah yang mengakibatkan munculnya kelas bawah, yaitu: pertama, perang terhadap obat terlarang yang sering berputar di sekitar mereka yang kurang mampu; serta kedua, memelihara pengangguran. Hal ini menyebabkan mereka yang tidak memiliki pekerjaan menjadi buruh. Hal ini disadari pemerintah, jadi usaha yang dilakukan pemerintah yaitu memberikan dukungan kepada mereka yang tidak bisa mendapat pekerjaan. Selain itu Federal Reserved Board juga menjaga inflasi dengan cara menaikkan tingkat suku bunga dalam situasi yang dibutuhkan, karena jika tingkat pengangguran turun berpotensi terjadi inflasi.

Mungkin sedikit agak rancu, mengapa ketika Penulis mengangkat permasalahan mengenai politik Apartheid, yang dibahas dalam permasalahan lebih banyak kasus yang terjadi di Amerika? Penulis sebenarnya ingin menunjukkan bahwa, apa yang ditulis oleh John Cobb mengenai permasalahan di Amerika, identik dengan permasalahan Apartheid yang diangkat Penulis yang juga terjadi di Afrika Selatan. Keidentikan tersebut bisa dilihat dalam hal rasisme, serta pembagian kelas yang terjadi dalam masyarakat. Pembagian kelas di Afrika Selatan akibat politik Apartheid, mungkin bisa disejajarkan dengan pembagian kelas menurut Marxis yang dipaparkan Cobb dalam bukunya. Hal ini yang perlu digali dan dianalisa lebih mendalam lagi, untuk melihat apakah pembagian kelas dari Marxis dapat digunakan dalam pembagian kelas karena politik Apartheid.

Seseorang yang berkulit hitam di Afrika Selatan diidentikan sebagai kaum yang tereksploitasi oleh kaum kulit putih, sehingga perbudakan di Afrika Selatan semakin susah untuk dihilangkan. Hal ini terjadi dalam banyak hal, seperti ekonomi, sosial dan politik. Bahkan lebih ekstrim lagi, Marx mensinyalir bahwa agama juga berperan dalam keterasingan manusia akibat eksploitasi. Dari sekian banyak permasalahan yang dipaparkan Penulis dalam makalah ini, maka Penulis merumuskan permasalahan ke dalam tiga pertanyaan besar, yaitu :
  1. Bagaimana Apartheid mempengaruhi sistem kelas yang ada di masyarakat Afrika Selatan?
  2. Bagaimana peran agama dalam menyikapi masalah ras dan kelas yang terjadi akibat politik Apartheid di Afrika Selatan?
  3. Sistem seperti apa yang dapat menghilangkan pembedaan ras dan kelas dalam politik Apartheid di Afrika Selatan?
Kerangka Teoritik

Karl Marx :
Marx melihat bahwa proses pembentukan kelas-kelas dalam masyarakat adalah bagian dari proses sosial dan ekonomi yang berlandaskan pada proses produksi. Menurut Marx, masyarakat feodalistik mengatur proses produksinya, yaitu melalui gilda yang mandiri, disapu bersih oleh sistem kepabrikan yang lengkap dan modern. Tuan-tuan tanah dan pemilik gilda (borjuis) disingkirkan oleh kelas menengah, pedagang, dan mesin-mesin modern. Tersingkirnya cara produksi yang lama sesungguhnya merupakan seleksi alam yang biasa. Mereka yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan akan tersingkir.
Marx meyakini bahwa identitas suatu kelas sosial ditentukan oleh hubungan sarana-sarana produksi. Berdasarkan hal tersebut, Marx mendeskripsikan kelas-kelas sosial dalam masyarakat Kapitalis yang terdiri atas, kaum proletar dan borjuis. Kaum proletar merupakan mereka yang menjual tenaga kerja mereka yang tidak memiliki sarana produksi. Sedangkan borjuis merupakan mereka yang memiliki sarana produksi, dan membeli tenaga kerja proletar dan mengeksploitasi mereka.
Politik Apartheid
Istilah Apartheid berasal dari serapan bahasa Afrika Selatan, yaitu Apart (terpisah) dan Heid (sistem/hukum). Apartheid juga bisa dipahami sebagai sebuah sistem pemisahan yang dirancangkan oleh pemerintah kulit putih Afrika Selatan, sejak awal abad XX – tahun 1990-an. Tahun 1930-an, hukum Apartheid pertama kali dicanangkan di Afrika Selatan, dimana dikuasai oleh dua bangsa kulit putih. Kedua bangsa kulit putih itu adalah Inggris di Cape Town dan Namibia-Afrikaner Boer yang berlomba untuk menguasai daerah di Pretoria dan Johannesburg. Setelah perang Boer terjadi, dua bangsa ini menjadi kaya. Perdana Menteri Hendrik Verwoerd pada tahun 1950-an mulai mencanangkan sistem pemisahan di antara bangsa berkulit hitam, dan bangsa berkulit putih, yang sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 1913 yaitu “Land Act” dimana para bangsa kulit hitam tidak boleh memiliki tanah semeter pun di luar batas “Homeland” mereka, yang sangat kotor dan tidak terawat. Dari banyak sekali Homeland (bahasa Afrikaans: Tuisland) yang dibentuk/ dipisahkan dari Afrika Selatan yang “putih”. Empat menyatakan kemerdekaannya; yaitu negara menjadi TBVC (Transkei, Bophutatswana, Venda, dan Ciskei) dari suku bahasanya.
Teologi Hitam :
Teori ini diperkenalkan oleh Martin Luther King Jr, yang merupakan suatu respon ketidakadilan kulit hitam sebagai kaum yang dieksploitasi dari kaum kulit putih. Faktor pembentuk perspektif teologi hitam didasarkan pengalaman mereka yang berkulit hitam yang sangat direndahkan dan penuh penderitaan. Faktor selanjutnya yang membentuk teologi hitam adalah sejarah kaum kulit hitam yang tidak diperhitungkan secara kemanusiaan.

Martin Luther King Jr melakukan kritik ideologi terhadap persoalan diskriminasi, yang salah satunya adalah rasisme. Tujuannya adalah memperjuangkan kesamaan hak antara orang kulit hitam dengan mereka yang berkulit putih dalam berbagai aspek. Sifat dari teologi hitam ini secara ideologi memiliki ciri yang peyoratif. Dampaknya mereka mulai membangun resistensi identitas sebagai dasar dan bentuk perlawanan, dimana mereka memberi definisi bagi posisi mereka dalam masyarakat. Atau dengan kata lain sebagai bentuk transformasi dari struktur sosial. Intinya dalam teologi hitam adalah kritik sosial yang ditujukkan untuk mengkritik sistem dominasi seperti rasisme dan kemiskinan yang mengakibatkan ketidakadilan.

Konsep Keadilan menurut Rawls:
Asumsi dasar konsep keadilan menurut Rawls dibagi menjadi tiga bagian, yaitu manusia merupakan individu yang rasional dan otonom. Kedua, pandangan Rawls tentang masyarakat didasarkan pada teori kontrak sosial. Dan ketiga, Rawls melihat tentang konsep dasar manusia, yaitu hak-hak dasar manusia seperti berpikir dan hati nurani; kebebasan bergerak dan memilih pekerjaan; kekuasaan dan prerogratif; kebebasan mengenai pendapatan dan kekayaan; kebebasan berbasis harga diri.
Analisis
Dari kasus tersebut, analisanya adalah paham rasis yang fundamental menimbulkan terbentuknya kelas. Hal ini dapat ditelaah mulai dari hal yang terkecil dahulu, yaitu keluarga sebagai komunitas terkecil dalam masyarakat. Tidak adanya penghargaan terhadap perbedaan, membuat masyarakat hidup dalam karakter alami seperti awalnya terbentuk. Dari hal tersebut, terbentuk sifat keeksklusivan sehingga menjadikan paham persaingan yang menginginkan kekalahan etnis lain.
Dalam kasus Apartheid, kulit hitam tidak diperhitungkan nilai kemanusiaannya, seperti yang dipaparkan dalam teologi Hitam. Hal ini memicu adanya konflik kemanusiaan. Apa yang dilakukan para pejuang kulit hitam di Afrika Selatan, merupakan apa yang diilhaminya dari Martin Luther King Jr, yaitu menginginkan persamaan hak dan derajat antara manusia yang berkulit hitam dengan yang berkulit putih. Selama ini mereka yang berkulit hitam yang dijadikan masyarakat kelas dua dalam komunitas di Afrika Selatan. Hal ini disebabkan karena mereka yang berkulit putih berhasil menguasai kegiatan ekonomi di daerah-daerah Afrika Selatan. Akibatnya mereka yang berkulit hitam dieksploitasi. Hal ini identik dengan teori yang dikemukakan oleh pengikut aliran Marx, dimana ada kesenjangan antara kaum borjuis dan proletar. Borjuis dalam konteks Afrika Selatan adalah mereka yang berhasil menguasai perekonomian di Afrika Selatan, sedangkan yang berkulit hitam adalah kaum buruh.

Jika ditinjau lebih dalam lagi dengan teori Karl Marx, maka akan ditemukan bahwa eksplotasi kaum kulit hitam yang diposisikan sebagai proletar, menempatkan mereka pada perbudakan abadi. Dari sini munculah pemerosotan martabat, yang ujung-ujungnya dehumanisasi. Ini ada betulnya, karena politik Apartheid di Afrika Selatan menciptakan kasus kemanusiaan yang serius.

Kesimpulan:
Dari teori dan analisa yang telah disampaikan Penulis, maka dalam bagian kesimpulan ini harus menjawab tiga pertanyaan yang ada di bagian permasalahan, yaitu :
A. Perbedaan warna kulit yang terjadi di Afrika Selatan yang didukung oleh politik Apartheid menciptakan kelas-kelas dalam masyarakat. Masyarakat dari komunitas kulit putih adalah masyarakat kelas satu dan berhak dengan fasilitas publik yang baik. Sedangkan masyarakat dari komunitas kulit hitam adalah masyarakat kelas dua, yang harus mengalah dengan masyarakat kelas satu. Hal ini dapat terjadi karena politik Apartheid adalah suatu sistem yang diciptakan oleh pemerintah Afrika Selatan yang berkulit putih. Dengan begitu jelaslah, mengapa masyarakat dari komunitas kulit putih berubah tempat menjadi masyarakat kelas satu, dibanding masyarakat dari kulit hitam, yang dianggap sebagai kelas dua. Bisa dikatakan, penyekatan dalam kelas-kelas yang terjadi akibat politik Apartheid adalah kelas yang dimaksudkan Marx dalam kritik sosial ekonominya.
B. Dalam politik Apartheid dikatakan bahwa orang Kristen yang berkulit hitam tidak menyumbangkan kontribusi yang berharga bagi kekristenan. Hal inilah yang mendorong lahirnya teologi hitam, yang merupakan kritik terhadap orang Kristen kulit putih yang berpahaman rasisme. Dari analisa Penulis, kesimpulannya adalah bahwa teologi hitam di satu sisi sangat mendorong kesederajatan antara masyarakat dari masyarakat kulit hitam dengan mereka yang berkulit putih. Akan tetapi hal itu bisa saja menjadi mimpi buruk, karena berpotensi untuk sikap eksklusivis dan fundamental dari masyarakat kulit hitam kepada yang berkulit putih. Hal inilah yang harus dipahami oleh agama dalam memainkan perannya di tengah politik Apartheid, yaitu harus melihat lebih cermat dan bersifat mempersatukan.
C. Jika ditanyakan sistem apa yang cocok untuk menghapuskan pembedaan ras dan kelas di Afrika Selatan adalah Penulis bersepakat bahwa konsep keadilan menurut Rawls dapat menghilangkan kelas-kelas yang terjadi akibat polti apartheid. Intinya dalam keadilan Rawls, manusia itu adalah sama, sederajat, dan yang terpenting adalah otonom. Untuk itu harus ada perlindungan bagi mereka yang diperlakukan secara tidak adil. Sistem ini bisa dijalankan dengan kontrak sosial yang damai, bukan dengan kritik yang provaktif yang membangun permasalahan baru lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar