Harta Kekayaan Desa
Di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
PEMERINTAHAN DESA tidak diatur mengenai harta kekayaan Desa. Pada bagian 8
tentang Sumber Pendapatan, kekayaan dan Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran
Keuangan Desa (pasal 21) dikatakan bahwa:
a. Pendapatan asli daerah sendiri :
1) Hasil tanah-tanah Kas Desa
2) Hasil swadaya dan partisipasi masyarakat desa
3) Hasil dari gotong royong masyarakat
4) Lain-lain dari hasil usaha desa yang sah.
b. Pendapatan yang berasal dari pemberian Pemerintah Daerah
1) Sumbangan dan bantuan pemerintah
2) Sumbangan dan bantuan pemerintah daerah
3) Sebagian dari pajak dan retribusi daerah yang diberikan
kepada desa.
c. Lain-lain pendapatan yang sah
Munurut hukum adat suatu desa sebagai badan hukum
adat mempunyai harta kekayaan desa yang memiliki atau dikuasai oleh desa, baik
berupa tanah, baungunan, hutang piutang, dan lainnya. Di masa yang sekaran hal
yang menyangkut pemilikan tanah atau penguasaan tanah harus mengingat UUPA
(Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960).
Pasal 1 ayat (2) UUPA dinyatakan:
“seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesian sebagai
karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa babgsa Indonesia
dan merupakan kekayaan Nasional.
Pasal 2 ayat (1) menyatakan:
“atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945
dan hal-hal sebagai yang dimaksuk dalam pasal 1 bumi, air dan ruang angkasa
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamya itu pada tingkatan tertinggi
dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.
Marilah kita tinjau kembali tentang harta kekayaan desa menurut hukum adat
yang dibeberapa daerah masih dianggap berlaku menurut hukum adat setempat.
Harta kekayaan tersebut merupakan bidang-bidang tanah, bangunan dan mungkin juga
kalau ada berupa hutang piutang dan lain-lain.
a. TANAH HAK ULAYAT
Semua bidang tanah yang dikatakan tanah hak ulayat desa
adalah berupa tanah hutan termasuk hutan larangan yang diserahkan pengawasannya
kepada desa yang bersangkutan seperti tanah hutan, semak belukar, rawa-rawa,
tanah-tanah bekas peladangan yang telah ditinggalkan penggarapnya yang berada
diwilayah batas desa yang bersangkutan yang dikuasai oleh desa (KURIA, MARGA,
NAGARI, NEGORIJ, dan lainnya). Yang bukan milik kerabat, milik perseorangan,
perusahaan dan sebagainya.
Di beberapa TANAH HAK ULAYAT itu disebut
WEWENGGOKONN-Jawa (TORLUK-Angkola), (ULAYAT-Minangkabau), (TANAH
MARGA-Lampung), (PENYAMPETO atau PAWATASAN-Kalimantan), (LIMPO-Sulawesi
Selatan), (TATABUAN-Bolaang nongodow), (PATUANAN –Ambon), (PAER-Lombok),
(PRABUMIAN atau PAYAR-Bali). Bidang-bidang tanah tersebut apabila tidak
dimanfaatkan untuk sumber kehidupan penduduk desa yang bersangkutan dan atau
tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan daerah (nasional) maka
berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (1) UUPA dikuasai oleh Negara sepenuhnya.
b. TANAH DESA
Sebidang tanah desa yang berada didalam atau sekitar desa
atau kampung yang bukan milik kerabat, milik perorangan, milik yayasan atau
lembaga atau perusahaan adalah TANAH DESA atau TANAH MILIK DESA. Tanah
dimaksud seperti Tanah pekuburan, tanah tempat ibadah (masjid, surau, gereja,
pura), tanah-tanah tempat lembaga pendidikan (sekolah, madrasah, pesantren,
pondok), tanah balai desa, tanah lapangan desa, (tempat olah raga, tempat
mengembalakan ternak), tanah pasar desa, dan lain-lainnya.
Bidang-bidang tanah yang disediakan desa untuk kebutuhan
hidup dari keluarga kepala desa dan perabot desa-nya selama memangku jabatan
seperti TANAH BENGKOK atau TANAH PAKULEN di pedesaan Jawa adalah TANAH DESA.
Tetapi bidang-bidang tanah (kebun buah-buahan, tempat penangkapan ikan, dan
lain-lain) yang disediakan adau berasal dari cikal bakal keturunan para
keluarga penghulu adat yang dipusakai turun temurun sebagai milik bersama bukan
tanah desa melainkan TANAH KERABAT atau TANAH SUKU. Tanah-tanah serupa ini
kebanyakan terdapat di perkampungan luar Jawa.
c. BANGUNAN DESA
Semua bangunan seperti Balai Desa, Kantor Desa, Tempat-tempat ibadah (masjid, gereja, pura, dan
sebagainya), Tempat pemandian (ditepi sungai), Bangunan Pasar, Bangunan
Pelabuhan Transport di Desa, Pintu Gerbang Desa, Pakaian Perlengkapan Adat
Kesenian (tabuhan, gamelan, dan lain-lain) yang bukan milik perorangan,
yayasan, perkumpulan atau perusahaan dan bukan dapat meminjam atau menyewa dari
pihak lain adalah milik desa. Akan tetapi bangunan berupa Balai Adat, Rumah
Kerabat, Alat pakaian kesenian Adat pedesaan yang bersifat kekerabatan
(genealogis) bukan milik desa melainkan milik kerabat keturunan yang
bersangkutan (persekutuan hukum adat) kecuali telah diserahkan kepada desa.
Selanjutnya termasuk kekayaan adat selain mebeulair,
alat-alat kantor (brandcash, mesin ti, dan lain-lain), hutang piutang desa
(sewa pasar, inventaris yang belum dilunasi), mesin traktor, alat
pertanian termasuk bibit, pupuk, dan lumbung desa yang tidak ada sangkut
pautnya dengan milik perorangan, yayasan, perkumpulan, perusahaan, koperasi dan
lain-lainnya, kesemuanya adalah harta kekayaan desa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar