Rabu, 06 Mei 2015

Harta kekayaan desa



     Harta Kekayaan Desa
Di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang PEMERINTAHAN DESA tidak diatur mengenai harta kekayaan Desa. Pada bagian 8 tentang Sumber Pendapatan, kekayaan dan Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa (pasal 21) dikatakan bahwa:
a.       Pendapatan asli daerah sendiri :
1)       Hasil tanah-tanah Kas Desa
2)       Hasil swadaya dan partisipasi masyarakat desa
3)       Hasil dari gotong royong masyarakat
4)        Lain-lain dari hasil usaha desa yang sah.
b.      Pendapatan yang berasal dari pemberian Pemerintah Daerah
1)       Sumbangan dan bantuan pemerintah
2)       Sumbangan dan bantuan pemerintah daerah
3)       Sebagian dari pajak dan retribusi daerah yang diberikan kepada desa.
c.       Lain-lain pendapatan yang sah
 Munurut hukum adat suatu desa sebagai badan hukum adat mempunyai harta kekayaan desa yang memiliki atau dikuasai oleh desa, baik berupa tanah, baungunan, hutang piutang, dan lainnya. Di masa yang sekaran hal yang menyangkut pemilikan tanah atau penguasaan tanah harus mengingat UUPA (Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960).
Pasal 1 ayat (2) UUPA dinyatakan:
“seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesian sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa babgsa Indonesia dan merupakan kekayaan Nasional.

Pasal 2 ayat (1) menyatakan:
“atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksuk dalam pasal 1 bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.
Marilah kita tinjau kembali tentang harta kekayaan desa menurut hukum adat yang dibeberapa daerah masih dianggap berlaku menurut hukum adat setempat. Harta kekayaan tersebut merupakan bidang-bidang tanah, bangunan dan mungkin juga kalau ada berupa hutang piutang dan lain-lain.
a.       TANAH HAK ULAYAT
Semua bidang tanah yang dikatakan tanah hak ulayat desa adalah berupa tanah hutan termasuk hutan larangan yang diserahkan pengawasannya kepada desa yang bersangkutan seperti tanah hutan, semak belukar, rawa-rawa, tanah-tanah bekas peladangan yang telah ditinggalkan penggarapnya yang berada diwilayah batas desa yang bersangkutan yang dikuasai oleh desa (KURIA, MARGA, NAGARI, NEGORIJ, dan lainnya). Yang bukan milik kerabat, milik perseorangan, perusahaan dan sebagainya.
Di beberapa TANAH HAK ULAYAT itu disebut WEWENGGOKONN-Jawa (TORLUK-Angkola), (ULAYAT-Minangkabau), (TANAH MARGA-Lampung), (PENYAMPETO atau PAWATASAN-Kalimantan), (LIMPO-Sulawesi Selatan), (TATABUAN-Bolaang nongodow), (PATUANAN –Ambon), (PAER-Lombok), (PRABUMIAN atau PAYAR-Bali). Bidang-bidang tanah tersebut apabila tidak dimanfaatkan untuk sumber kehidupan penduduk desa yang bersangkutan dan atau tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan daerah (nasional) maka berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (1) UUPA dikuasai oleh Negara sepenuhnya.
b.      TANAH DESA
Sebidang tanah desa yang berada didalam atau sekitar desa atau kampung yang bukan milik kerabat, milik perorangan, milik yayasan atau lembaga atau perusahaan adalah TANAH DESA  atau TANAH MILIK DESA. Tanah dimaksud seperti Tanah pekuburan, tanah tempat ibadah (masjid, surau, gereja, pura), tanah-tanah tempat lembaga pendidikan (sekolah, madrasah, pesantren, pondok), tanah balai desa, tanah lapangan desa, (tempat olah raga, tempat mengembalakan ternak), tanah pasar desa, dan lain-lainnya.
Bidang-bidang tanah yang disediakan desa untuk kebutuhan hidup dari keluarga kepala desa dan perabot desa-nya selama memangku jabatan seperti TANAH BENGKOK atau TANAH PAKULEN di pedesaan Jawa adalah TANAH DESA. Tetapi bidang-bidang tanah (kebun buah-buahan, tempat penangkapan ikan, dan lain-lain) yang disediakan adau berasal dari cikal bakal keturunan para keluarga penghulu adat yang dipusakai turun temurun sebagai milik bersama bukan tanah desa melainkan TANAH KERABAT atau TANAH SUKU. Tanah-tanah serupa ini kebanyakan terdapat di perkampungan luar Jawa.
c.       BANGUNAN DESA
Semua bangunan seperti Balai Desa, Kantor Desa, Tempat-tempat ibadah (masjid, gereja, pura, dan sebagainya), Tempat pemandian (ditepi sungai), Bangunan Pasar, Bangunan Pelabuhan Transport di Desa, Pintu Gerbang Desa, Pakaian Perlengkapan Adat Kesenian (tabuhan, gamelan, dan lain-lain) yang bukan milik perorangan, yayasan, perkumpulan atau perusahaan dan bukan dapat meminjam atau menyewa dari pihak lain adalah milik desa. Akan tetapi bangunan berupa Balai Adat, Rumah Kerabat, Alat pakaian kesenian Adat pedesaan yang bersifat kekerabatan (genealogis) bukan milik desa melainkan milik kerabat keturunan yang bersangkutan (persekutuan hukum adat) kecuali telah diserahkan kepada desa.
Selanjutnya termasuk kekayaan adat selain mebeulair, alat-alat kantor (brandcash, mesin ti, dan lain-lain), hutang piutang desa (sewa pasar, inventaris yang belum dilunasi), mesin traktor,  alat pertanian termasuk bibit, pupuk, dan lumbung desa yang tidak ada sangkut pautnya dengan milik perorangan, yayasan, perkumpulan, perusahaan, koperasi dan lain-lainnya, kesemuanya adalah harta kekayaan desa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar