PERATURAN
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
02 TAHUN 2003
TENTANG
PROSEDUR
MEDIASI DI PENGADILAN
MAHKAMAH
AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa pengintegrasian
mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu
instrumen efektif mengatasi kemungkinan penumpukan perkara di pengadilan;
b.
bahwa mediasi merupakan
salah satu proses lebih cepat dan murah,serta dapat memberikan akses kepada
para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan atau penyelesaian yang
memuaskan atas sengketa yang dihadapi;
c.
bahwa institusionalisasi
proses mediasi ke dalam sistem peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan
fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan
yang bersifat memutus (ajudikatif);
d.
bahwa Surat Edaran Nomor 1
Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai
(Eks Pasal 130 HIR/154 RBg) belum lengkap, sehingga perlu disempurnakan;
e.
bahwa hukum acara yang
berlaku, baik Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg, mendorong para pihak untuk
menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan
proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di pengadilan tingkat pertama;
f.
bahwa sambil menunggu
peraturan perundang-undangan dan memperhatikan wewenang Mahkamah Agung dalam
mengatur acara peradilan yang belum cukup diatur oleh peraturan perundang-undangan,
maka demi kepastian, ketertiban, dan kelancaran dalam proses mendamaikan para
pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata, dipandang perlumenetapkan
suatu Peraturan Mahkamah Agung.
Mengingat:
1.
Pasal 28 D Undang-undang
Dasar 1945;
2.
Reglemen Indonesia yang
diperbaharui (HIR) Staatsblad 1941 Nomor 44 dan Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (RBg) Staatsblad 1927
Nomor 227;
3.
Undang-undang Nomor 14
tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35
tahun 1999 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, Lembaran Negara Nomor
74 tahun 1970;
4.
Undang-undang Nomor 14
tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Lembaran Negara Nomor 73 tahun 1985;
5.
Undang-undang Nomor 2 tahun
1986 tentang Peradilan Umum, Lembaran Negara Nomor 20 tahun 1986;
6.
Undang-undang Nomor 25 tahun 2000 tentang
Program Pembangunan Nasional, Lembaran Negara
Nomor 206 Tahun 2000.Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003
MEMUTUSKAN:
PERATURAN
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI
PENGADILAN
BAB
I
Ketentuan
Umum
Pasal
1
Dalam
Peraturan Mahkamah Agung ini yang dimaksud dengan:
1.
Akta perdamaian
adalah dokumen kesepakatan yang merupakan hasil proses mediasi;
2.
Daftar Mediator
adalah sebuah dokumen yang memuat nama-nama mediator di lingkungan sebuah
pengadilan yang ditetapkan oleh Ketua pengadilan;
3.
Hakim adalah
hakim tunggal atau majelis hakim yang ditunjuk oleh Ketua pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa dan mengadili
perkara;
4.
Kaukus adalah
pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak lainnya;
5.
Mediator adalah
pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai
kemungkinan penyelesaian sengketa;
6.
Mediasi adalah
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengandibantu oleh mediator,
7.
Para pihak adalah dua atau lebih subjek hukum
yang bersengketa dan membawa sengketa mereka
ke pengadilan tingkat pertama untuk memperoleh penyelesaian;
8.
Prosedur mediasi
adalah tahapan proses mediasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung ini;
9.
Sengketa publik
adalah sengketa-sengketa di bidang lingkungan hidup, hak asasi manusia, perlindungan konsumen, pertanahan dan
perburuhan yang melibatkan kepentingan banyak buruh;
10. Sertifikat
Mediator adalah dokumen yang menyatakan bahwa seseorang telah mengikuti pelatihan atau pendidikan mediasi yang
dikeluarkan oleh lembaga yang telah diakreditasi oleh Mahkamah Agung;
11. Proses
mediasi terbuka untuk umum adalah anggota-anggota masyarakat dapat hadir atau mengamati, atau masyarakat dapat
mengakses informasi yang muncul dalam proses mediasi.
Pasal
2
1.
Semua perkara
perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk lebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian
dengan bantuan mediator.
2.
Dalam
melaksanakan fungsinya mediator wajib menaati kode etika mediator.
BAB
II
Tahap
pra mediasiPeraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003
Pasal
3
1.
Pada hari sidang
pertama yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak yang berperkara agar lebih dahulu
menempuh mediasi.
2.
Hakim wajib
menunda proses persidangan perkara itu untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh proses
mediasi.
3.
Hakim wajib
memberikan penjelasan kepada para pihak tentang prosedur dan biaya mediasi.
4.
Dalam hal para
pihak memberikan kuasa kepada kuasa hukum, setiap keputusan yang diambil oleh kuasa hukum wajib
memperoleh persetujuan tertulis dari para pihak.
Pasal
4
1.
Dalam waktu
paling lama satu hari kerja setelah sidang pertama, para pihak dan atau kuasa hukum mereka wajib berunding guna memilih
mediator dari daftar mediator yang dimiliki oleh pengadilan
atau mediator di luar daftar pengadilan.
2.
Jika dalam waktu
satu hari kerja para pihak atau kuasa hukum mereka tidak dapat bersepakat tentang penggunaan mediator
di dalam atau di luar daftar pengadilan, para pihak wajib memilih mediator dari daftar mediator
yang disediakan oleh pengadilan tingkat pertama.
3.
Jika dalam satu
hari kerja para pihak tidak dapat bersepakat dalam memilih seorang mediator dari daftar yang disediakan
oleh pengadilan, ketua majelis berwenang untuk menunjuk seorang mediator dari daftar mediator
dengan penetapan.
4.
Hakim yang
memeriksa suatu perkara, baik sebagai ketua majelis atau anggota majelis, dilarang bertindak sebagai mediator bagi
perkara yang bersangkutan.
Pasal
5
1.
Proses mediasi
yang menggunakan mediator di luar daftar mediator yang dimiliki oleh pengadilan, berlangsung paling lama tiga
puluh hari kerja.
2.
Setelah waktu
tiga puluh hari kerja terpenuhi para pihak wajib menghadap kembali pada hakim pada sidang yang ditentukan.
3.
Jika para pihak
mencapai kesepakatan, mereka dapat meminta penetapan dengan suatu akta perdamaian.
4.
Jika para pihak
berhasil mencapai kesepakatan yang tidak dimintakan penetapannya sebagai suatu akta perdamaian, pihak
penggugat wajib menyatakan pencabutan gugatannya.
Pasal
6
1.
Mediator pada
setiap pengadilan berasal dari kalangan hakim dan bukan hakim yang telah memiliki sertifikat sebagai mediator.
2.
Setiap
pengadilan memiliki sekurang-kurangnya dua orang mediator.
3.
Setiap
pengadilan wajib memiliki daftar mediator beserta riwayat hidup dan pengalaman kerja mediator dan mengevaluasi daftar
tersebut setiap tahun.
Pasal
7
Mediator
dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi
yang diatur Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003
dalam
Peraturan Mahkamah Agung ini.
Bab
III
Tahap
Mediasi
Pasal
8
Dalam
waktu paling lama tujuh hari kerja setelah pemilihan atau penunjukan mediator,
para pihak wajib menyerahkan
fotokopi dokumen yang memuat duduk perkara, fotokopi surat-surat yang
diperlukan, dan hal-hal
yang terkait dengan sengketa kepada mediator dan para pihak.
Pasal
9
1.
Mediator wajib
menentukan jadwal pertemuan untuk penyelesaian proses mediasi.
2.
Dalam proses
mediasi para pihak dapat didampingi oleh kuasa hukumnya.
3.
Apabila dianggap
perlu, mediator dapat melakukan kaukus.
4.
Mediator wajib
mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian
yang terbaik bagi para pihak.
5.
Dengan hasil
akhir tercapainya kesepakatan atau ketidaksepakatan, proses mediasi berlangsung paling lama dua puluh dua
hari kerja sejak pemilihan atau penetapan penunjukan mediator.
Pasal
10
1.
Atas persetujuan para pihak atau kuasa hukum,
mediator dapat mengundang seorang atau lebih
ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan atau pertimbangan yang
dapat membantu para pihak dalam penyelesaian
perbedaan.
2.
Semua biaya jasa
seorang ahli atau lebih ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan.
Pasal
11
1.
Jika mediasi
menghasilkan kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan
yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak.
2.
Kesepakatan
wajib memuat klausula pencabutan perkara atau pernyataan perkara telah selesai.
3.
Sebelum para
pihak menandatangani kesepakatan, mediator wajib memeriksa materi kesepakatan untuk menghindari adanya
kesepakatan yang bertentangan dengan hukum.
4.
Para pihak wajib
menghadap kembali pada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan telah dicapainya
kesepakatan.
5.
Hakim dapat
mengukuhkan kesepakatan sebagai suatu akta perdamaian.
Pasal
12
1.
Jika dalam waktu
seperti yang ditetapkan dalam Pasal 9 ayat (5) mediasi tidak menghasilkan kesepakatan, mediator wajib
menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah
2.
gagal dan
memberitahukan kegagalan kepada hakim.Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun
2003
3.
Segera setelah diterima pemberitahuan itu,
hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan
Hukum Acara yang berlaku.
Pasal
13
1.
Jika para pihak
gagal mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan
sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan
atau perkara lainnya.
2.
Fotokopi dokumen
dan notulen atau catatan mediator wajib dimusnahkan.
3.
Mediator tidak
dapat diminta menjadi saksi dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan.
Pasal
14
1.
Proses mediasi
pada asasnya tidak bersifat terbuka untuk umum, kecuali para pihak menghendaki lain.
2.
Proses mediasi
untuk sengketa publik terbuka untuk umum.
BAB
IV
Tempat
dan Biaya
Pasal
15
1.
Mediasi dapat
diselenggarakan di salah satu ruang pengadilan tingkat pertama atau di tempat lain yang disepakati oleh para
pihak.
2.
Penyelenggaraan
mediasi di salah satu ruang pengadilan tingkat pertama tidak dikenakan biaya.
3.
Jika para pihak
memilih penyelenggaraan mediasi di tempat lain, pembiayaan dibebankan kepada para pihak berdasarkan
kesepakatan.
4.
Penggunaan
mediator hakim tidak dipungut biaya.
5.
Biaya mediator
bukan hakim ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan kecuali terhadap
para pihak yang tidak mampu.
BAB
V
Lain-Lain
Pasal
16
Apabila
dipandang perlu, ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Mahkamah Agung ini, selain dipergunakan dalam lingkungan peradilan
umum dapat juga diterapkan untuk lingkungan badan peradilan lainnya.
BAB
VI
PenutupPeraturan
Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003
Pasal
17
Dengan
berlakunya Peraturan Mahkamah Agung ini, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan
Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai (Eks pasal 130 HIR/154 RBg) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal
18
Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya. Ditetapkan Di Jakarta Pada Tanggal 11 September 2003
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK
INDONESIA,
Ttd.
BAGIR
MANAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar