MAKALAH
HUKUM ADAT KETATANEGARAAN
Diajukan Untuk Memenuhi Sala Satu Tugas Mata
Kuliah hokum Adat
Jurusan Hukum Pidana Islam
Dosen : Ende Hasby Nassarudin,S.H. M.H
Disusun Oleh : Kelompok 1
Aisyah (1123060009)
Kautsar
Abidin (1123060042)
Irma S. Rubiah
(1123060037)
Kamal Rullah
(1123060041)
Farhatun Hurriyah
(1123060025)
Fakultas
Syari’ah dan Hukum
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG
DJATI BANDUNG
Kata Pengantar
Alhamdulillah Puja dan Puji tetap atas pemilik Dzat Maha Abadi dan Maha
Hakiki yang telah menjadikan hidup ini indah dan penuh berkah,bahagia dan penuh
makna.Serta ucapan syukur yang tiada terhitung selalu kami tujukan dan kami
utamakan kepada Allah SWT yang mana karena Rahman dan Rahim-Nya, penyusun
diberikan kesehatan jasmani dan rohani, keberkahan masa dan usia sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah Hukum Adat “Hukum Adat Ketatanegaraan” ini. Karena tanpa semua itu mustahil maklah ini dapat di
selesaikan dengan baik.
Makalah ini di susun
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah di Universitas Islam Negri Sunan
Gunung Djati Bandung. Besar
harapan kami hadirnya makalah ini di tengah-tengah pembaca dapat menambah
pengetahuan dan pemahaman terhadap Hukum Adat Hukum Adat Ketatanegaraan” khususnya
sebagai salah satu bahasan pokok yang terdapat pada pokok bahasan Hukum Adat, dan apa yang di bahas dalam makalah ini merupakan salah
satu bagian darinya.
Tidak terkecuali kami
ucapkan banyak terimakasih kepada dosen kami tercinta bidang studi Hukum Adat
yang telah memberikan tugas mulia ini sebagai wahana untuk mengukur sejauh mana
kemempuan dan pemahaman yang kami miliki.
Akhirnya, kami mengambil
istilah untuk makalah ini sesuai dengan kata pepatah bahwa ”tiada gading yang
tak retak”, itu berarti masih banyak kekurangan dan kesalahan yang terdapat
dalam makalah ini, oleh karena itu, kritik dan saran dari para pembaca
khuususnya dari dosen bidang studi terkait sangat kami harapkan sebagai bahan
perbaikan di masa mendatang. Karena Kebenaran dan Kesempurnaan hanya Allah-lah
Yang Maha Punya dan Maha Kuasa.
Penyusun
Bandung, 25 September 2013
Daftar Isi
Kata Pengantar……………………………………………………………………………………..!
Daftar Isi…………………………………………………………………………………………..!!
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………
C. Tujuan……………………………………………………………………………………..
BAB
II PEMBAHASAN
A. Bentuk Desa………………………………………………………………………………..
B. Susunan Masyarakat Desa…………………………………………………………………
C. Pemerintahan Desa…………………………………………………………………………
D. Harta Kekayaan Desa……………………………………………………………………...
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………….
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Adat merupakan hukum yang tidak
tercatat dalam buku atau tidak tertulis akan tetapi keberadaannya di akui di
masyarakat Indonesia sebagai hokum yang mengatur tatanan atau tradisi yang
berkembang di masyarakat.
Hukum adat adalah hukum yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan masyarakat, karna masyarakat Indonesia sudah mengakui dan itu
turun temurun dari nenek moyang mereka, oleh karna itu bias kita simpulkan
bahwa hukum Adat adalah hukum yang sudah dipakai sejak jaman dulu dan tidak
bias dipisahkan dari kehidupan masyarakat.
Disini dalam pembahan Hukum Adat Ketata
negaraan yang dimana di dalamnya membahas tentang bagaimana bentuk desa,
masyarakat desa pemrintahan dsa dan hata kekayaan desa yang di dalamnya
dijelaskan tentang fungsi-fungsi dan yang laiannya. Adapun tujuan dari Hukum
Adat Ketatanegaraan ialah untuk mengetahui apa yang dibahas dalam hukum adat
ketatanegaraan.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
bentuk desa dalam Hukum Adat Ketatanegaraan?
2.
Bagaimana
susunan masyrakat desa dalam Hukum Adat Ketatanegaraan?
3.
Bagaimana
corak pemerintahan desa dalam Hukum Adat Ketatanegaraan?
4.
Apa yang
dimaksud dengan harta kekeyaan desa? Apa saja yang menjadi sumber harta
kekayaan desa?
C. Tujuan
1. Mengetahui bentuk desa dalam Hukum Adat Ketatanegaraan.
2. Mengetahui susunan masyarakat desa dalam hukum adat ketatanegaraan.
3. Mengetahui sistem atau corak pemerintahan desa.
4. Mengetahui apa yan dimaksud harta kekayaan desa dan sumber-sumbernya.
BAB
II PEMBAHASAN
A. Bentuk Desa
Menurut Undang-undang no. 5 tahun
1979 pasal I dikatakan yang dimaksud dengan “Desa adalah suatu wilayah yang
ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di
dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri
dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”, sedangkan “Dusun adalah
bagian wilayah dalam Desa yang merupakan lingkungan kerja pelaksaan
pemerintahan Desa”. Pasal 39 mnyatakan “ Pada saat mulai berlakunya
Undang-undang, tidak berlaku lagi Undang-undang no 19 tahun 1965 tentang
Desapraja dan segala ketentuan yang bertentangan yang atau tidak sesuai dengan
Undang-undang ini”.
Dengan demikian terhitung sejak
diundangkan UU no. 5 tahun 1979 tersebut, maka bentuk-bentuk Desa lama yang di
zaman Hindia Belanda diatur berdasarka Inlandse Gemeente Ordonantie (IGO) di
Jawa-Madura dan Inlandse Gemeentie Ordonantie Buitengewesten (IGOB) di luar
Jawa-Madura. Oleh karena pada kenyataanya dalam penerapan UU no. 5 tahun 1979
tidak “lulus oballas” (lancer) dikarenakan disana sini masih nampak ada
pengaruh dari bentuk-bentuk desa lama (menurut hukum adat), oleh karena itu
bentuk-bentuk desa lama harus kita ketahui untuk menjadi bahan pertimbangan dan
pemecahan jika terdapat kelemahan dalam penerapan UU no. 5 tahun 1979 tersebut.
Bentuk-bentuk desa di seluruh
Indonesia berbeda-beda, dikarenakan beberapa faktor, antara lain sebagai
berikut;
a. Wilayah yang ditempati penduduk; ada wilayah yang sempit ditempati
ditempati penduduk yang padat, sebaliknya ada wilayah yang luas ditempati
penduduk yang jarang.
b. Susunan masyarakat hukum adat; masyarakat adat (desa) yang susunannya
berdasarkan ikatan ketetanggaan (territoriaal) da nada yang susunannya
iberdasarkan ikatan kekerabatan (geneologis) atau berdasarkan iakatan keagamaan.
c. Sistem pemerintahan hukum adat dan nama-nama jabatan pemerintahan adat
yang berbeda-beda dan penguasaan iharta kekayaan yang berbeda.
Di pulau Jawa seperti Jawa Tengah
dan Jawa Timur desa dengan dukuh-dukuhnya merupakan wilayah yang
ditempati sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat yang sangat padat.
Begitu pula di daerah Pasundan desa dan lembur-lemburya atau di daerah Banten
desa dengan ampian-ampiannya. Walaupun penduduknya agak jarang, namun antara
bagian-bagian desa dengan pusat desa tidak berjauhan demikian pula
halnya dengan di Bali, desa dan banjar-banjarnya, tetapi di Bali
penduduk desanya dapat dibedakan antara marga adat Banjar (dalam
pemerintahan tanah kering) dan warga adat Subak dalam pemerintahan tanah basah
/ pengairan).
Lain halnya dengan daerah-daerah di
luar Jawa, bentuk wilayah kediaman yang dapat disamakan dengan bentuk desa
adalah seperti di Aceh disebut “mukim” sebagai kesatuan beberapa “gampong” di
Batak disebut “Negari” atau “Kuria” dengan beberapa “huta”, di Minangkabau
disebut “Nergari” dan beberapa “kampuang” atau “suku” di Sumatera Selatan,
“Marga” dan beberapa “Suku”, di Lampung Marga dengan beberapa kampong “Peyuh /
Tekon”. Di Kalimantan yang masih merupakan rumpun suku dan anak-anak sukunya;
di Sulawesi Selatan, dalam bentuknya yang lama “Wanua” (Bugis), “Pa’rasangan”
atau “Bori” (Makasar), di Sulawesi
Utara, “Wanua” (Minahasa); di Ambon (Maluku) “Aman” dengan “soa”’ di Irian Jaya
yang masih merupakan perkampungan yang kecil-kecil “keban” (Sumbawa), di Timor
yang masih merupakan perkampungan suku-suku yang masih kecil.
Pada umumnya yang merupakan bentuk
desa di luar Jawa, merupakan tempat kediamnan penduduk yang terdiri dari perkampungan
yang kecil-kecil yang terdiri dari beberapa rumah denganhak ulayat atas tanah
perladangan dan hutan yang luas. Kampong-kampung tersebut ada yang setengah
berdiri, mengatur pemerintahan rumah tangga kampungnya dengan raja-raja adatnya
masing-masing. Kebanyakan letak perkampungannya jauh dari pusat desa dan bahkan
masih ada yang penduduknya tidak menetap masih berpindah-pindah tempat sesuai
dengan kehidupan pertanian lading atau pengembalaan ternak.
B. Susunan Masyarakat Desa
1. Pemerintahan Desa
Dalam
menjalankan tugasnya, kepala desa dibantu oleh perangkat desa. Perangkat desa
tersebut disesuaikan dengan kebutuhan di desa. Perangkat desa umumnya adalah
sebagai berikut.
·
2. Sekretaris Desa
Salah satu
perangkat desa ialah sekretaris desa yang bertugas mengurus administrasi di
desa. Misalnya, membuat surat akta kelahiran atau surat keterangan. Sekretaris
desa merupakan pegawai negri sipil atau PNS.
3.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Badan
Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi untuk menetapkan peraturan desa bersama
kepala desa, menampung, dan menyalurkan aspirasi (pendapat) masyarakat. Anggota
BPD adalah wakil penduduk desa bersangkutan. Mereka ditetapkan menjadi anggota
BPD dengan cara musyawarah dan mufakat. Masa jabatannya adalah enam tahun yang
dapat dipilih lagi untuk satu kali masa jabatan berikutnya, sama seperti kepala
desa. Perangkat desa merupakan badan yang ada di desa dengan tujuan membantu
urusan dalam pemerintahan desa. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
desa, antara lain sebagai berikut.
o
Urusan tingkat pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa.
Misalnya, mengangkat ketua RW dan RT.
o Urusan tingkat
pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota, tetapi urusan tersebut
diserahkan pengaturannya ke desa. Misalnya, membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP)
dan Kartu Keluarga (KK).
o Tugas pembantuan dari
pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan atau pemerintah kabupaten/kota.
Misalnya, membantu mengumpulkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari masyarakat desa.
o
Urusan pemerintahan lainnya, yang oleh peraturan perundang-undangan
diserahkan ke desa. Misalnya, pembentukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan
LKMD. Dengan demikian, pemerintahan desa berperan bagi kehidupan masyarakat di
desa.
Desa merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Untuk lebih memahaminya, perhatikanlah susunan pemerintahan desa berikut.
C. Pemerintahan Desa
Pemerintahan
Desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah pusat memiliki peran yang
strategis dalam pengaturan masyarakat desa/kelurahan dan keberhasilan
pembangunan nasional. Karena perannya yang besar, maka perlu adanya
Peraturan-peraturan atau Undang-Undang yang berkaitan dengan pemerintahan desa
yang mengatur tentang pemerintahan desa, sehingga roda pemerintahan berjalan
dengan optimal.
Untuk meningkatkan
kinerja dari pemerintahan daerah, termasuk pemerintahan desa, pemerintah pusat
beberapa kali telah mengeluarkan Undang-Undang yang berkaitan dengan hal
tersebut, diantaranya Undang-Undang No, 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah. Dalam undang-Undang ini disebutkan disebutkan:
- Desa berdasarkan undang-undang ini adalah Desa atau yang disebut dengan nama lain sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa, sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat.
- Penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan subsistem penyelenggaraan pemerintahan sehingga Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat. Kepala Desa bertanggung jawab pada badan perwakilan Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas tersebut kepada Bupati.
- Desa dapat melakukan perbuatan hukum, baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda, dan bangunan serta dapat dituntut dan menuntut di pengadilan. Untuk itu Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum dan mengadakan perjanjian yang saling menguntungkan.
- Sebagai perwujudan demokrasi, di Desa di bentuk Badan Perwakilan Desa atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di Desa yang bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa.
- Di Desa dibentuk lembaga kemasyarakatan Desa lainnya sesuai dengan kebutuhan Desa. Lembaga dimaksud merupakan mitra Pemerintah Desa dalam rangka pemberdayaan masyarakat Desa.
- Desa memiliki sumber pembiayaan berupa pendapatan desa, bantuan pemerintah dan Pemerintah Daerah, pendapatan lain-lain yang sah, sumbangan pihak ketiga dan pinjaman Desa.
- Berdasarkan hak asal-usul Desa yang besangkutan, Kepala Desa mempunyai wewenang untuk mendamaikan perkara/sengketa dari para warganya.
- Dalam upaya meningkatkan dan mempercepat pelayanan kepada masyarakat yang bercirikan perkotaan dibentuk Kelurahan sebagai unit Pemerintah Kelurahan yang berada di dalam daerah Kabupaten dan/atau Daerah Kota.
Sedangkan
pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 32/2004 tentang Revisi Undang-Undang
No. 22/1999 disebutkan:
a. Kelurahan dibentuk di
wilayah Kecamatan dengan Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah
b. Kelurahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya
memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota
c. Selain tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lurah mempunyai tugas:
1) Pelaksanaan kegiatan
pemerintah kelurahan
2) Pemberdayaan
masyarakat
3) Pelayanan masyarakat
4) Penyelenggaraan
ketentraman dan ketertiban umum
5) Pemeliharaan prasarana
dan fasilitas umum.
d. Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari PNS yang menguasai
pengetahuan teknik pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
e. Dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Lurah bertanggung jawab kepada
Bupati/Walikota melalui camat.f.
f. Lurah dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) dibantu oleh perangkat Kelurahan.g.
g. Untuk kelancaran tugas Lurah sebagaimana
dimaksud ayat (3) dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan yang
ditetapkan oleh Peraturan daerah.
D.
Harta Kekayaan Desa
Di dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang PEMERINTAHAN DESA tidak diatur
mengenai harta kekayaan Desa. Pada bagian 8 tentang Sumber Pendapatan, kekayaan
dan Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Desa (pasal 21) dikatakan
bahwa:
a.
Pendapatan asli daerah sendiri :
1) Hasil tanah-tanah Kas Desa
2) Hasil swadaya dan
partisipasi masyarakat desa
3) Hasil dari gotong
royong masyarakat
4) Lain-lain dari hasil
usaha desa yang sah.
b. Pendapatan yang berasal dari pemberian Pemerintah Daerah
1) Sumbangan dan bantuan
pemerintah
2) Sumbangan dan bantuan
pemerintah daerah
3) Sebagian dari pajak dan
retribusi daerah yang diberikan kepada desa.
c. Lain-lain
pendapatan yang sah
Munurut hukum
adat suatu desa sebagai badan hukum adat mempunyai harta kekayaan desa yang
memiliki atau dikuasai oleh desa, baik berupa tanah, baungunan, hutang piutang,
dan lainnya. Di masa yang sekaran hal yang menyangkut pemilikan tanah atau
penguasaan tanah harus mengingat UUPA (Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960).
Pasal 1 ayat (2) UUPA dinyatakan:
“seluruh bumi,
air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam
wilayah Republik Indonesian sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi,
air dan ruang angkasa babgsa Indonesia dan merupakan kekayaan Nasional.
Pasal 2 ayat (1) menyatakan:
“atas dasar
ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksuk
dalam pasal 1 bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.
Marilah kita tinjau kembali tentang
harta kekayaan desa menurut hukum adat yang dibeberapa daerah masih dianggap
berlaku menurut hukum adat setempat. Harta kekayaan tersebut merupakan bidang-bidang
tanah, bangunan dan mungkin juga kalau ada berupa hutang piutang dan lain-lain.
a.
TANAH HAK ULAYAT
Semua bidang
tanah yang dikatakan tanah hak ulayat desa adalah berupa tanah hutan termasuk
hutan larangan yang diserahkan pengawasannya kepada desa yang bersangkutan
seperti tanah hutan, semak belukar, rawa-rawa, tanah-tanah bekas peladangan
yang telah ditinggalkan penggarapnya yang berada diwilayah batas desa yang
bersangkutan yang dikuasai oleh desa (KURIA, MARGA, NAGARI, NEGORIJ, dan lainnya).
Yang bukan milik kerabat, milik perseorangan, perusahaan dan sebagainya.
Di beberapa
TANAH HAK ULAYAT itu disebut WEWENGGOKONN-Jawa (TORLUK-Angkola),
(ULAYAT-Minangkabau), (TANAH MARGA-Lampung), (PENYAMPETO atau
PAWATASAN-Kalimantan), (LIMPO-Sulawesi Selatan), (TATABUAN-Bolaang nongodow),
(PATUANAN –Ambon), (PAER-Lombok), (PRABUMIAN atau PAYAR-Bali). Bidang-bidang
tanah tersebut apabila tidak dimanfaatkan untuk sumber kehidupan penduduk desa
yang bersangkutan dan atau tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan
daerah (nasional) maka berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (1) UUPA dikuasai
oleh Negara sepenuhnya.
b.
TANAH DESA
Sebidang tanah
desa yang berada didalam atau sekitar desa atau kampung yang bukan milik
kerabat, milik perorangan, milik yayasan atau lembaga atau perusahaan adalah
TANAH DESA atau TANAH MILIK DESA. Tanah dimaksud seperti Tanah pekuburan,
tanah tempat ibadah (masjid, surau, gereja, pura), tanah-tanah tempat lembaga
pendidikan (sekolah, madrasah, pesantren, pondok), tanah balai desa, tanah
lapangan desa, (tempat olah raga, tempat mengembalakan ternak), tanah pasar
desa, dan lain-lainnya.
Bidang-bidang
tanah yang disediakan desa untuk kebutuhan hidup dari keluarga kepala desa dan
perabot desa-nya selama memangku jabatan seperti TANAH BENGKOK atau TANAH
PAKULEN di pedesaan Jawa adalah TANAH DESA. Tetapi bidang-bidang tanah (kebun
buah-buahan, tempat penangkapan ikan, dan lain-lain) yang disediakan adau
berasal dari cikal bakal keturunan para keluarga penghulu adat yang dipusakai
turun temurun sebagai milik bersama bukan tanah desa melainkan TANAH KERABAT
atau TANAH SUKU. Tanah-tanah serupa ini kebanyakan terdapat di perkampungan
luar Jawa.
c.
BANGUNAN DESA
Semua bangunan
seperti Balai Desa, Kantor Desa, Tempat-tempat ibadah (masjid, gereja, pura,
dan sebagainya), Tempat pemandian (ditepi sungai), Bangunan Pasar, Bangunan
Pelabuhan Transport di Desa, Pintu Gerbang Desa, Pakaian Perlengkapan Adat
Kesenian (tabuhan, gamelan, dan lain-lain) yang bukan milik perorangan,
yayasan, perkumpulan atau perusahaan dan bukan dapat meminjam atau menyewa dari
pihak lain adalah milik desa. Akan tetapi bangunan berupa Balai Adat, Rumah
Kerabat, Alat pakaian kesenian Adat pedesaan yang bersifat kekerabatan
(genealogis) bukan milik desa melainkan milik kerabat keturunan yang
bersangkutan (persekutuan hukum adat) kecuali telah diserahkan kepada desa.
Selanjutnya
termasuk kekayaan adat selain mebeulair, alat-alat kantor (brandcash, mesin ti,
dan lain-lain), hutang piutang desa (sewa pasar, inventaris yang belum
dilunasi), mesin traktor, alat pertanian termasuk bibit, pupuk, dan
lumbung desa yang tidak ada sangkut pautnya dengan milik perorangan, yayasan,
perkumpulan, perusahaan, koperasi dan lain-lainnya, kesemuanya adalah harta
kekayaan desa
A. Kesimpulan
Hukum adat ketatanegaraan merupakan
suatu hukum yang ada di masyarakat Indonesia telah berkembang dengan masanya
dalam arti hukum adat ini membahas bagaimana literature kehidupan masyarakat
Indonesia dalam kehidupan sehari-harinya hukum adat ketatanegaraan yang di
dalamnya membahas secara jelas tentang hukum adat ketatanegaraan di Indonesia
di gunakan mulai dari kalangan pemerintahan sampai ke anggotanya atau
pegawainya dan masyarakat yang menjadi rakyatnya bagaimana hukum adat
ketatanegaraan ini mengatur baik dari fungsinya atau dari kegiatannya adapun
dalam macam-macam bentuknya dapat kita lihat dari pembagian antara bagaimana
sutu hukum adat ini bias berjalan dengan semestinya dengan tidak
mengkesampingkan hukum adatnya.
Daftar pustaka
Setiady, Tolib.
2008. INTISARI HUKUM ADAT INDONESIA
(dalam kajian kepustakaan).Bandung:ALFABETA.
Sudiyat, Iman.
1991. Asas-asas Hukum Adat Bekal
Pengantar. Yogyakarta:LIBERTY.
Warjiyati, Sri.
2006. Memahami Hukum Adat. (Surabaya IAIN Surabaya)
Wulansari,
Dewi.2010. Hukum Adat di Indonesia. (Bandung : PT Refika Aditama)
thanks infonya. nice posting . kunjungi juga Mencari Solusi Atas Krisis Penegakan Hukum Indonesia dg Penyehatan Penegakan Hukum Berkeadilan
BalasHapus